Dengan kenaikan BI rate sebesar 50 bps menjadi 4,25%, memberikan indikasi bahwa langkah kebijakan pengetatan sudah dimulai. Maka, sektor keuangan, termasuk perbankan, tentu akan meresponnya dengan hati-hati untuk tetap dapat menetapkan pricing atau suku bunga yang sesuai dan akomodatif dengan kondisi likuiditas masing-masing bank.
Di sisi pelaku dunia usaha tentunya juga akan melakukan kalkulasi ulang baik pada posisi penempatan dananya (sebagai deposan) maupun pada posisi selaku peminjam dana (obligor atau debitur).
"Peninjauan ulang terhadap pos-pos biaya atau pengeluaran tetap dan tidak tetap (variabel biaya) maupun pos-pos penerimaan (tetap dan tidak tetap) juga harus dilakukan agar laju arus kas, kondisi likuiditas dan profitabilitas tetap terjaga dengan baik dan berkelanjutan," tambah Ryan.
Pelaku sektor keuangan dan dunia usaha tetap harus tenang menyikapi kebijakan bank sentral yang kali ini menunjukkan sinyal pengetatan ini. Sebab, bank sentral juga masih memberikan ruang bagi pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan non bunga.
Beberapa di antaranya melanjutkan penjualan/pembelian SBN di pasar sekunder (operation twist) untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah, melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada aspek profitabilitas bank, dan mendorong percepatan dan perluasan implementasi digitalisasi pembayaran di daerah melalui pemanfaatan momentum pelaksanaan dan penetapan pemenang Championship Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD).
"Dan mendorong akselerasi pencapaian QRIS 15 juta pengguna serta peningkatan penggunaan BI-FAST dalam transaksi pembayaran," katanya.
(FRI)