sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Biodiesel B35 Resmi Diketok, Risiko Kekurangan Stok Sawit dan Subsidi Bengkak Mengintai

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
13/01/2023 07:00 WIB
Perjalanan penerapan kebijakan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang digagas pemerintah memasuki babak baru.
Biodiesel B35 Resmi Diketok, Risiko Kekurangan Stok Sawit dan Subsidi Bengkak Mengintai. (Foto: MNC Media)
Biodiesel B35 Resmi Diketok, Risiko Kekurangan Stok Sawit dan Subsidi Bengkak Mengintai. (Foto: MNC Media)

Dalam hal ini, pemerintah harus melakukan subsidi dua kali jika ingin program blending biodiesel terus berjalan. Terlebih jika jumlah blending rate harus dinaikkan.

Pertama, subsidi untuk FAME melalui BPDP KS. Kedua, subsidi untuk harga solar murni melalui Pertamina.

Sebagai informasi, CPO pernah mencapai harga tertingginya pada Maret sepanjang 2022. Kondisi ini dipicu oleh permintaan yang melambung dan pembatasan ekspor CPO Indonesia. (Lihat grafik di bawah ini.)

Namun demikian, BPDPKS telah mengucurkan sekitar Rp57,7 triliun insentif biodiesel untuk 24 perusahaan sawit sepanjang 2016-2020. Sebagian besar perusahaan ini menerima dana di atas Rp1 triliun rupiah.

Tiga penerima terbesar sawit RI mendapat kucuran dana subsidi biodiesel dengan angka jumbo. Di antaranya PT Wilmar Bioenergi Indonesia, anak perusahaan Wilmar Group sejumlah Rp9 triliun selama periode 2016 hingga 2020.

Kedua, penerimaan subsidi terbesar diduduki oleh anak perusahaan Wilmar Group, PT Wilmar Nabati Indonesia dengan jumlah subsidi mencapai Rp8,76 triliun pada periode yang sama. Adapun raksasa sawit RI lainnya, PT Musim Mas di urutan ke tiga menerima subsidi seberap Rp 7,19 triliun di periode serupa. (Lihat grafik di bawah ini.)

Anggaran subsidi tersebut berasal dari dana pungutan ekspor minyak sawit, dan diklaim tidak menggerus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

Masalahnya, selama ini penerapan B30 saja telah membuat neraca dagang RI ketar-ketir. Temuan LPEM UI selanjutnya, hasil simulasi menunjukkan bahwa kebijakan biodiesel memberikan dampak yang ambigu terhadap neraca berjalan karena sangat dipengaruhi oleh harga CPO dan solar.

Dalam studi yang berjudul Risiko Kebijakan Biodiesel Dari Sudut Pandang Indikator Makroekonomi dan Lingkungan ini menyebutkan semakin besar tingkat campuran minyak sawit dalam biodiesel memang akan berpotensi menghemat impor solar.

Namun, di sisi lain akan menurunkan potensi penerimaan dari ekspor minyak kelapa sawit.

Terlihat di sisi kinerja ekspor, volume ekspor minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) Indonesia mencatat penurunan sepanjang tahun lalu.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia susut 20,8% menjadi 14,65 juta ton sepanjang periode Januari-Agustus 2022 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Meskipun, BPS mengklaim bahwa kondisi ini didorong oleh perlambatan perekonomian dunia sehingga permintaan minyak sawit global turun. 

Di bulan September tahun lalu, ekspor CPO mengalami penurunan cukup besar mencapai minus 27% hanya di level 3,18 juta ton dibanding bulan sebelumnya.

Jika B35 jadi dijalankan, bisa dibayangkan berapa subsidi yang harus dikeluarkan lagi untuk program biodiesel dan biaya penghematan yang bisa dimaksimalkan. (ADF)

Halaman : 1 2 3 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement