"Ini selalu dibuat seperti agar menekan psikologis dan menekan pemerintah agar tidak menaikkan upah minimum," ujarnya.
Roy menduga, data PHK massal puluhan ribu buruh di Jabar, termasuk penutupan perusahaan merupakan akumulasi data tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, karyawan kontrak yang dikeluarkan juga dimasukkan dalam data tersebut.
"Di industri tekstil, garment itu banyak karyawan kontrak. Jangan-jangan yang habis kontrak mereka hitung PHK juga, makanya ini perlu diverifikasi dan validasi," tegasnya.
Roy menyatakan, berdasarkan data yang dikantonginya, hanya 2.000 pekerja tetap yang terkena PHK selama periode Januari hingga November 2022.
"Belum sampai puluhan ribu," tandasnya.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar menyuarakan kabar tentang PHK massal yang dialami 73.000 karyawan selama Januari hingga pertengahan Oktober 2022 lalu.