Namun, Exxon dan CNOOC menegaskan bahwa mereka memiliki hak untuk menolak penjualan aset Hess di Guyana. Perselisihan hukum ini dapat membuat proses merger tertunda hingga 2025.
Exxon memegang 45% saham blok migas raksasa Stabroek di Guyana. CNOOC memiliki 25% saham, sementara Hess memegang 30% sisanya.
“Dengan asumsi Chevron memenangkan arbitrase atau mencapai kesepakatan dengan Exxon, transaksi kemungkinan besar akan terjadi,” kata Mark Kelly, analis perusahaan keuangan MKP Advisors.
Mengakuisisi ladang minyak yang menguntungkan di Guyana dari Hess akan memudahkan Chevron untuk memitigasi risiko geopolitik terkait proyek TengizChevroil di Kazakhstan, yang sebagian besar hasilnya disalurkan melalui Rusia ke pelabuhan di Laut Hitam.
Selain itu, akuisisi ini dapat mengimbangi pembengkakan biaya yang dialami proyek gas alam cair (LNG) Chevron di Australia, yang terkena dampak masalah ketenagakerjaan dan operasional.