IDXChannel - Kenaikan cukai rokok yang membuat harga rokok naik diperkirakan akan berdampak pada turunnya daya beli orang miskin. Pasalnya, konsumen rokok paling besar ada di kelompok masyarakat miskin.
Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah mengatakan kenaikan harga rokok menyumbang cukup besar ke Inflasi. Selain itu menurutnya kenaikan harga rokok juga akan berdampak pada penurunan daya beli kelompok miskin, sebagai konsumen rokok terbesar.
"Dengan daya beli yang lebih rendah maka kualitas belanja masyarakat miskin akan menurun. Belanja yang lebih rendah artinya juga pertumbuhan konsumsi juga akan tertahan yg bisa berujung kpd pertumbuhan ekonomi," ujar Piter Abdullah kepada MNC Portal, Selasa (14/12/2021).
Sebagaimana diketahui pemerintah resmi menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk tahun 2022. Kenaikan tersebut rata-rata berkisar 12 persen, namun untuk SKT presiden menginstruksikan kenaikannya hanya 4,5 persen.
Kenaikan tersebut disebut pemerintah guna mengendalikan konsumsi rokok pada masyarakat, khususnya dikalangan anak dan remaja disamping mempertimbangkan isu kesehatan.
Kenaikan tarif terbagi menjadi 3 kategori. Pertama kenaikan tarif cukai Sigaret Putih Mesin (SPM), Sigaret Kretek Mesin (SKM), dan Sigaret Kretek Tangan. Masing-masing kategori tersebut memiliki kenaikan yang berbeda, namun jika ditarik rata-rata, kenaikannya 12 persen.
Untuk Kenaikan tarif cukai Sigaret Putih Mesin atau SPM golongan I naik, 13,9 persen, SPM golongan IIA naik 12,4 persen dan SPM golongan IIB naik 14,4 persen. Sedangkan Sigaret Kretek Mesin atau SKM golongan I naik 13,9 persen, SKM golonga IIA naik 12,1 persen dan SKM golongan IIB naik 14,3 persen.
Selanjutnya untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) 1A naik 3,5 persen, SKT IB naik 4,5 persen, SKT II naik 2,5 persen dan SKT III naik 4,5 persen.
Dakam konferensi persnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kenaikan tersebut bukan hanya mempertimbangkan isu kesehatan, tetapi juga memperhatikan perlindungan buruh, petani, dan industri rokok. (RAMA)