sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Dampak Kenaikan Harga BBM dan LPG Bukan Hanya Ekonomi, Tapi Juga Gejolak Sosial

Economics editor Taufan Sukma/IDX Channel
16/04/2022 22:28 WIB
Meski beban APBN berkurang, namun pada saat yang sama beban masyarakat, terutama kalangan bawah, akan semakin berat, sehingga berpotensi memicu dampak sosial.
Dampak Kenaikan Harga BBM dan LPG Bukan Hanya Ekonomi, Tapi Juga Gejolak Sosial (foto: MNC Media)
Dampak Kenaikan Harga BBM dan LPG Bukan Hanya Ekonomi, Tapi Juga Gejolak Sosial (foto: MNC Media)

IDXChannel - Pemerintah dituding tidak memiliki sense of crisis terhadap beban dan kesulitan rakyat usai mengumbar wacana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan solar, Liquid Petroleum Gas (LPG) serta Tarif Dasar Listrik (TDL).

Hal tersebut lantaran sebelumnya, tepatnya per 1 April 2022, pemerintah juga telah menaikkan harga jual BBM non subsidi jenis Pertamax menjadi Rp12.500 per liter.

"Dengan kenaikan harga yang terjadi beruntun dan dalam waktu yang relatif berdekatan, tentu yang paling merasakan dampaknya adalah masyarakat kelas bawah. Mereka tidak ada pilihan lain selain tetap mengkonsumsi karena (LPG dan BBM) itu adalah kebutuhan utama. Imbasnya akan ke mana-mana, termasuk naiknya angka kemiskinan," ujar Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudhistira, saat dihubungi, Sabtu (16/4/2022).

Dengan kondisi demikian, menurut Bhima, pemerintah sudah seharusnya tidak hanya berhitung terkait dampak ekonomi bahwa dengan kenaikan harga maka tekanan terhadap APBN dapat berkurang. Meski beban APBN berkurang, namun pada saat yang sama beban masyarakat, terutama kalangan bawah, akan semakin berat, sehingga berpotensi memicu dampak sosial.

"Yang lebih mahal justru adalah potensi terjadinya gejolak sosial di masyarakat karena angka kemiskinan melonjak. ini wajib diwaspadai. Konflik horizontal antar masyarakat akan meruncing, karena ketimpangan semakin lebar antara yang kaya dan yang miskin. Ini akan memicu krisis multidimensi. Di Srilanka saja kabinetnya sudah mundur. Menteri Keuangan Kolombia juga mundur karena tidak mampu mengendalikan inflasi. Masalahnya, apakah pemerintah sadar bahwa bahaya itu sudah ada di depan mata?" tegas Bhima. (TSA)

Advertisement
Advertisement