IDXChannel - Krisis energi skala global terus mengancam, krisis yang bermula dari China dan Eropa kini merembet luas ke berbagai negara, termasuk India. Semua mengeluhkan stok batu bara yang menipis yang mengakibatkan pemadaman listrik di banyak negara.
Mengutip Reuters, Kepala Menteri Delhi Arvind Kejriwal pada Sabtu (9/10) memperingatkan krisis listrik di ibu kota India karena kekurangan batu bara, yang telah memicu pemadaman listrik di beberapa negara bagian timur dan utara negara itu.
"Delhi bisa menghadapi krisis listrik," kata Kejriwal di media sosial di mana dia juga membagikan salinan surat kepada Perdana Menteri Narendra Modi yang menandai kekurangan bahan bakar di pembangkit listrik di sekitar Delhi.
Reuters melaporkan pada hari Jumat bahwa di India, lebih dari setengah dari 135 pembangkit listrik tenaga batu bara, yang memasok sekitar 70 persen dari listrik negara itu, memiliki stok bahan bakar untuk bertahan kurang dari tiga hari. Permintaan untuk tenaga industri telah melonjak di India setelah gelombang kedua pandemi virus corona, dengan meningkatnya aktivitas ekonomi yang mendorong konsumsi batu bara di konsumen komoditas terbesar kedua di dunia itu.
Kelangkaan dan kenaikan harga komoditas energi di sejumlah negara disebabkan oleh terus pulihnya permintaan, setelah terdampak oleh pandemi. Sementara dari sisi pasokan, negara-negara Eropa khususnya, tengah dihadapi oleh fenomena cuaca ekstrem, sehingga mempengaruhi kemampuan produksinya.
“Lonjakan harga ini menjadi krisis yang tidak terduga, di tengah gentingnya keadaan,” ujar Kepala Energi Uni Eropa, Kadri Simson, dikutip dari CNN, Senin (11/10/2021).
Lalu apa dampak krisis energi global yang akan didapat Indonesia?
Pengamat energi yang juga Gubernur Indonesia untuk OPEC 2015-2016 Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan, kondisi yang dialami negara-negara tersebut memang bisa berdampak pada semua negara, termasuk Indonesia.
Apalagi, menurutnya Indonesia masih bergantung pada impor dalam pemenuhan energi seperti untuk BBM dan LNG. Khusus di Indonesia, krisis energi tersebut akan berdampak pada dua komoditas yakni BBM dan LPG yang didominasi impor.
"Untuk kasus Indonesia, hal ini akan berpengaruh pada harga BBM dan LPG, yang biaya perolehannya menjadi sangat tinggi," katanya.
Menurut Widhyawan, diantara kegaduhan krisis energi itu nantinya akan terjadi penyesuaian, bahkan harga batu bara juga saat ini sudah terkoreksi secara relatif, walaupun masih cukup tinggi. Maka itu, Indonesia masih terbilang aman atau terbebas dari krisis karena terbantu dengan potensi komoditas yang ada. (RAMA)