IDXChannel - Lapak penjualan baju bekas (thrifting) menjamur di e-commerce. Peredaran atau penjualan thrifting dinilai akan memukul industri tekstil di dalam negeri.
Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura mengatakan platform e-commerce akan kesulitan dalam melakukan pembersihan platform dari penjual barang bekas impor.
"Karena mereka perlu spesifik kata kunci atau keyword karena kalau sembarangan artinya ada beberapa toko yang mungkin seharusnya tidak di takedown jadi terkena dampaknya," kata Tesar dalam siaran Market Review di IDX Channel, Selasa (21/3/2023).
Menurutnya sebaiknya pemerintah lebih fokus kepada pembinaan masyarakat dan mencari tahu kenapa orang Indonesia masih suka barang bekas impor.
"Kita jangan hanya fokus di hulunya saja tapi hilirnya juga kita benahi Kenapa masyarakat masih senang betul membeli produk-produk impor ini itu yang harus kita gali," ucapnya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM telah bersepakat dengan pelaku e-commerce dan platform sosial media untuk melakukan takedown kepada penjual baju bekas impor.
Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah, Hanung Harimba menyampaikan, penjualan online barang bekas impor terutama pakaian dan sepatu sudah semakin berkembang, sehingga perlu adanya penanganan melalui kerjasama berbagai pihak.
"Kita himbau e-commerce untuk membantu kita membatasi atau melarang kegiatan berjualan barang bekas impor," kata Hanung dalam diskusi yang dilaksanakan di Kantor KemenKopUKM, Jakarta, Kamis (16/3/2023).
Seperti diketahui, pakaian bekas merupakan barang yang dilarang diimpor berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. (RRD)