IDXChannel - Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 4,9 persen hingga 5,1 persen pada 2026.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menilai, proyeksi tersebut menunjukkan perekonomian nasional diperkirakan tidak mengalami akselerasi signifikan di tahun depan, meskipun masih menunjukkan ketahanan.
Bahkan, kata dia, belum muncul sinyal optimistis yang kuat untuk prospek ekonomi 2026. Sebab, kondisi tahun depan berpotensi lebih menantang dibandingkan 2025.
“Net ekspor akan turun, tetapi akan ada kenaikan marginal di spending pemerintah, konsumsi rumah tangga, dan investasi. Tapi, karena kenaikannya marginal, ini kemungkinan tidak bisa mengompensasi menyempitnya net ekspor,” ujarnya dalam risetnya, dikutip pada Kamis (27/11/2025).
Lebih lanjut, kata Faisal, CORE menyoroti indikasi pelemahan pada indikator utama seperti konsumsi rumah tangga dan investasi. Pertumbuhan kredit konsumsi tercatat terus melemah dari Februari hingga Oktober 2025.
Pada Februari 2025, pertumbuhan kredit konsumsi mencapai 10,2 persen. Namun, turun menjadi 6,9 persen secara tahunan pada Oktober 2025.
Pemulihan kelas menengah juga belum terlihat. Penjualan rumah segmen sedang dan besar masing-masing tercatat terkontraksi minus 12 persen dan minus 23 persen pada kuartal III-2025.
Di sisi investasi, modal asing diperkirakan menurun pada 2025 dan berpotensi berlanjut ke 2026 apabila tidak ada perubahan kebijakan yang mampu memulihkan kepercayaan investor.
Data kuartal I, II, dan III 2025 menunjukkan investasi asing mengalami kontraksi minus 1 persen, sementara investasi domestik tumbuh 30 persen.
"Meski outlook melambat, Indonesia tetap berpeluang mencatat pertumbuhan lebih tinggi jika pemerintah mempercepat agenda industrialisasi," kata Faisal.
Sementara itu, Ekonom Senior Hendri Saparini menilai arah tersebut penting untuk keluar dari jebakan stagnasi pertumbuhan yang telah terjadi bertahun-tahun.
“PR kita adalah, bahwa Indonesia tumbuh terlalu rendah dalam jangka lama, dan bahkan pertumbuhannya itu cenderung melambat,” ujar Hendri.
Hendri mencontohkan negara-negara yang berhasil melakukan lompatan ekonomi memiliki basis manufaktur yang kuat.
“Kalau kita lihat lesson-learned dari banyak negara, ternyata negara yang bisa melakukan lompatan ekonomi seperti Korea Selatan mereka bisa menjaga share industri manufaktur terhadap PDB di level yang sangat tinggi,” kata Hendri.
Direktur Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi pun menekankan pentingnya stabilitas politik dan keamanan untuk menciptakan lompatan ekonomi yang berkelanjutan.
“Idealnya pemerintah Indonesia mengikuti pendekatan diplomasi yang seimbang. Menjaga hubungan baik untuk semua kekuatan besar, tanpa terjebak dalam blok tertentu,” katanya.
(Dhera Arizona)