ADB dan pemerintah Timor-Leste juga sempat menandatangani pinjaman sebesar USD127 juta pada 2022 untuk membantu menyediakan air bersih di ibu kota, Dili, yang merupakan rumah bagi dua pertiga penduduk negara tersebut. Secara total, jumlah bantuan ADB ke Timor Leste mencapai USD805,25 juta. (Lihat grafik di bawah ini.)
Pembangunan Timor Leste masih bergantung pada bantuan internasional salah satunya karena pada akhir 1999, sekitar 70 persen infrastruktur perekonomian di Timor Leste dihancurkan oleh tentara Indonesia dan milisi anti-kemerdekaan. Invasi ini menyebabkan sejumlah 260.000 orang melarikan diri ke wilayah barat.
Pada pertengahan tahun 2002, hampir 50.000 pengungsi telah kembali dan perekonomian Timor Leste mulai tumbuh sekitar 10 persen pada 2011 hingga 2012.
Sumber daya petrokimia yang ada di wilayah ini juga dikuasai dan dibagi antara Indonesia dan Australia melalui Perjanjian Celah Timor (Timor Gap Treaty) pada 1989.
Perjanjian Celah Timor secara resmi dikenal sebagai perjanjian antara Australia dan RI mengenai zona kerja sama di wilayah antara provinsi Timor Timur di Indonesia dan Australia Utara.
Perjanjian tersebut menetapkan pedoman untuk eksploitasi bersama atas sumber daya dasar laut di wilayah "celah" yang ditinggalkan oleh Timor Portugis pada batas laut yang disepakati kedua negara pada 1972.
Pendapatan dari daerah bersama ini harus dibagi 50-50 antara perusahaan migas yang beroperasi di wilayah tersebut, yakni Woodside Petroleum dan ConocoPhillips.
Keduanya memulai pengembangan sejumlah sumber daya di Celah Timor atas nama kedua pemerintah pada 1992. (ADF)