"Bagaimanapun juga AS adalah mitra ekspor tradisional dengan porsi sebesar 9,2% sepanjang Januari-Maret 2023. Kondisi penurunan permintaan ekspor bisa sebabkan PHK massal meluas sepanjang 2023, tidak hanya di sektor manufaktur tapi juga basis komoditas perkebunan dan tambang," sambung Bhima.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada bulan Februari 2023 nilai ekspor Indonesia mencapai sekitar USD 21,4 miliar, atau secara presentase turun 4,15% dibanding bulan sebelumnya (month-on-month/mom).
Penurunan nilai ekspor nasional juga sudah terjadi 6 (enam) bulan berturut-turut sejak September 2022. Jika dilihat dari negara tujuannya, awal tahun ini permintaan ekspor turun paling signifikan dari Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Pada periode Januari-Februari 2022, nilai ekspor Indonesia ke AS masih mampu mencapai USD 4,96 miliar. Namun, pada Januari-Februari 2023 nilainya turun 22,15% menjadi USD 3,86 miliar. Dalam periode sama, nilai ekspor nonmigas ke Uni Eropa turun 11,54% dari USD 3,28 miliar menjadi USD 2,90 miliar.
"Selain ekspor, realisasi investasi dari AS bisa terganggu karena investor akan inward looking. Kesepakatan dengan Tesla misalnya soal pengembangan baterai dan kendaraan listrik mungkin terkendala," pungkas Bhima.
(SLF)