IDXChannel - Indonesia dinilai akan terdampak, baik secara langsung maupun tidak langsung apabila Amerika Serikat (AS) gagal membayar utang (default) sebesar USD31,4 triliun atau setara Rp461 triliun.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, menilai terdapat berbagai strategi yang bisa dilakukan oleh Indonesia.
Pertama, Tauhid menilai penerapan dedolarisasi melalui konsep local currency transaction (LCT) yang diusung oleh Bank Indonesia, secara bilateral dengan Thailand, Malaysia, China dan Jepang sangat relevan untuk menjaga stabilitas Rupiah dan meninggalkan ketergantungan kepada satu jenis mata uang.
"Ini dilakukan untuk menyeimbangkan ketergantungan terhadap mata uang dolar. Selama ini kita ketergantungan hampir 60 hingga 70%. Jadi untuk mengurangi resiko, jangan mengandalkan dolar," ujar Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, Selasa (2/5/2023).
Menurut Tauhid, setidaknya terdapat beberapa resiko yang bisa diminimalisir melalui dedolarisasi tersebut, yakni risiko suku bunga AS yang tinggi dan mengarahkan pada capital outflow, resiko pelemahan atau depresiasi rupiah terhadap dolar yang bisa mencapai 8% lebih tinggi dari suku bunga dan resiko perdagangan.
Senada, Ekonom Ryan Kiryanto juga mengatakan dedolarisasi melalui skema LCT yang dilakukan justru menguatkan nilai rupiah Indonesia. Ryan mengatakan, rupiah berada di bawah Rp15.000 bahkan terakhir ada di angka Rp14.700.
“Ini karena ada sentimen negatif terhadap outlook ekonomi AS. Sebaliknya, ada sentimen positif terhadap outlook ekonomi Indonesia. Apalagi, ekonomi Indonesia tumbuh di atas 5%, Purchasing Managers’ Index ekspansi, dan surplus perdagangan,” terangnya.
Terakhir, diversifikasi pasar ekspor dinilai penting untuk mengatasi penurunan permintaan ekspor dari Amerika Serikat.