IDXChannel - Laporan Oxford Economics pada September 2022 menyebutkan, kondisi ekonomi global masih akan tetap terpuruk akibat sejumlah faktor.
Salah satu faktornya, yakni kontraksi ekonomi yang tengah dialami Amerika Serikat (AS) pasca rilisnya data inflasi 8,3 persen untuk bulan Agustus 2022. Faktor lainnya, soal kemungkinan The Federal Reserve (The Fed) kembali menaikkan suku bunga. Meski demikian, pasar tenaga kerja dan belanja konsumen di negeri Paman Sam diramal terus menguat.
Menurut laporan yang berjudul Global Economic Outlook: On the Cusp Of A Recession tersebut, jumlah negara yang akan terkontraksi ekonominya juga mengalami peningkatan. Namun, tekanan terhadap rantai pasokan global mungkin akan berkurang.
Sumber: Oxford Economics
Namun, lonjakan harga gas di Eropa menurut analisis Oxford akan menjadi game changer atawa faktor penentu.
Memburuknya krisis energi Eropa dan lebih banyak kenaikan suku bunga kebijakan oleh bank sentral utama, kata penelitian Oxford, bisa membuat sebagian besar negara maju utama akan mengalami resesi di tahun depan.
Meski demikian, Oxford Economics juga meramalkan kondisi inflasi yang lebih rendah dari saat ini, berkurangnya tekanan soal rantai pasokan, dan stabilitas yang terjaga berarti bahwa resesi diperkirakan akan relatif singkat dan ringan.
Pengetatan kebijakan suku bunga yang lebih agresif juga akan terjadi di beberapa bank sentral seperti The Fed, European Central Bank (ECB), hingga Bank of England. Hal ini melihat kepada kondisi yang saat ini dialami AS.
Inflasi Eropa Tinggi, China Tertekan Lockdown Covid-19
Di benua Biru, pada 8 September lalu, ECB memutuskan untuk menaikkan tiga suku bunga utama ECB sebesar 75 basis poin.
The Governing Council ECB berekspektasi untuk menaikkan suku bunga lebih tinggi karena inflasi yang terlalu tinggi dan kemungkinan akan tetap di atas target untuk waktu yang lama.
Menurut perkiraan biro statistik Uni Eropa, Eurostat, inflasi Benua Biru akan mencapai 9,1 persen pada bulan Agustus. Naik dari bulan sebelumnya sebesar 8,9 persen.