IDXChannel – Riuhnya wacana soal dedolarisasi menyebabkan gonjang-ganjing dalam beberapa waktu terakhir. Wacana ini muncul setelah China dengan gencar mencoba mengimbangi dominasi dolar Amerika Serikat (AS) melalui sejumlah langkah diplomatik.
Terbaru, wacana dedolarisasi menguat setelah kelompok negara BRICS yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan berupaya mengurangi penggunaan dolar AS sebagai alat transaksi perdagangan antar negara tersebut.
Lalu sejauh mana wacana dedolarisasi ini dapat menjadi ancaman bagi the greenback? Apa saja prasyarat dedolarisasi dapat berhasil menghalau dominasi dolar?
Fenomena Dedolarisasi
Beberapa negara telah bersepakat untuk menggunakan mata uang non dolar AS dalam kegiatan perdagangan mereka. Beberapa di antaranya adalah:
1. China
China dilaporkan terus mengurangi kepemilikan cadangan devisa dalam bentuk USD dalam beberapa waktu terakhir. China menjadi negara yang sejak lama menjadi pemegang teresar surat berharga AS. Nilainya mencapai USD849 miliar hingga Februari 2023. Namun, angka ini menjadi yang terendah sejak 12 tahun terakhir
China juga mulai gencar meningkatkan perdagangan dengan negara lain menggunakan mata uang Renminbi (RMB). Beberapa kesepakatan perdagangan menggunakan mata uang lokal di antaranya dengan Rusia, Brasil, India, dan bahkan Indonesia.
2. Brasil
Brazil mulai mencontoh apa yang dilakukan China dengan mulai mengurangi penggunaan dolar dalam perdagangan internasionalnya. Presiden Brasil, Lula da Silva, menyerukan pengurangan ketergantungan pada dolar AS untuk perdagangan global saat melakukan kunjungan kenegaraan ke Beijing pada April 2023.
Perdebatan tentang potensi matinya hegemoni dolar AS kian menguat setelah Brasil dan China mengumumkan kesepakatan untuk tidak menggunakan dolar AS dalam perdagangan senilai USD150 miliar mereka.
3. Rusia
Mencoloknya dukungan China ke Rusia, serta sanksi Barat terhadap Rusia akibat invasinya ke Ukraina menyebabkan hubungan Beijing dengan Moskow kian erat. Termasuk dalam hal perdagangan, mata uang China telah menggantikan dolar AS sebagai instrumen yang paling banyak diperdagangkan di Rusia. Yuan China telah melampaui dolar dalam volume perdagangan sejak Februari 2023.
4. India
India mulai menjalin kerja sama penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan dan investasi dengan China.
Bank sentral India, Reserve Bank of India (RBI) di akhir Maret lalu juga disebut telah menyetujui bank sentral dari 18 negara termasuk Tanzania, Kenya dan Uganda untuk membuka Vostro Rupee Accounts (SVRA) khusus yang akan memungkinkan mereka menyelesaikan pembayaran dalam rupee India sebagai bagian dari langkah besar untuk dedolarisasi perdagangan.
5. Indonesia
Indonesia juga mulai menjajaki kemungkinan untuk menerapkan kerja sama penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan dan investasi dengan sejumlah negara, seperti Jepang, China, dan Thailand. Indonesia bahkan sudah meningkatkan kerjasama penggunaan mata uang lokal dalam transaksi pembayaran ritel antar negara dengan Thailand.
6. Negara-negara ASEAN
Pada Maret lalu, para menteri keuangan dan bank sentral ASEAN di Indonesia melakukan pertemuan dan membahas gagasan untuk mengurangi ketergantungan negara-negara ASEAN terhadap dolar AS, yen Jepang, dan euro melalui kerja sama transaksi dengan menggunakan mata uang lokal.
Daya Tarik dan Kerentanan Dolar
Dolar AS dikenal sebagai instrument investasi safe haven di kalangan para investor. Penggunaan dolar sebagai alat tukar dominan dimulai pasca Perang Dunia II.
Delegasi dari 44 negara Sekutu bertemu di Bretton Wood, New Hampshire, pada tahun 1944 yang menyepakati sistem pengelolaan devisa yang tidak merugikan negara lain. Dalam pertemuan tersebut, kemudian memutuskan bahwa mata uang dunia tidak lagi dikaitkan dengan emas tetapi menggunakan dolar AS.
Melansir analisis JP Morgan, Dolar AS terapresiasi lebih dari 12% sepanjang 2022, dan mencapai level tertinggi dua dekade pada September 2022. Namun, performa greenback tetapi cenderung melemah pasca itu.
Setelah kenaikan bersejarah menjelang akhir 2022, indeks dolar turun hampir 7% antara November 2022 hingga Januari 2023. Pelemahan ini mencerminkan pembalikan rata-rata dari keuntungan besar dolar sepanjang 2022.