IDXChannel - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenakan tarif impor sebesar 32 persen untuk Indonesia yang berlaku per 1 Agustus 2025.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara membeberkan sejumlah strategi yang bisa ditempuh pemerintah dari efek beruntun dari pemberlakuan tarif tersebut.
“Yang harus bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebenarnya ya, yang pertama harus mencoba untuk mendorong diversifikasi tujuan pasar ekspor, salah satunya ke intra-ASEAN, kemudian dipenetrasi lagi ke negara BRICS atau daerah lain di Timur Tengah, Amerika Latin dan Asia Selatan,” ujar Bhima kepada IDX Channel pada Selasa (8/7/2025).
Di sisi lain, pemerintah lebih siap terhadap kemungkinan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, utamanya di industri padat karya.
Kemudian memberikan paket stimulus yang lengkap, termasuk diskon tarif listrik terhadap industri padat karya, misalnya sebesar 40 persen selama satu tahun.
“Juga proteksi terhadap produk-produk impor, termasuk juga harusnya ada pengawasan yang lebih ekstra di kawasan berikat, karena banyak barang-barang jadi impor yang bocor dari pusat kawasan berikat itu,” tutur Bhima.
Ihwal subsidi upah, Bhima menyarankan bantuan tersebut diberikan kepada sektor yang berorientasi pasar ke AS sebesar minimal Rp600 ribu per bulan, dan diberikan selama tiga bulan. Hal ini untuk mencegah terjadinya PHK massal dan penurunan daya beli masyarakat.
“Kemudian PPH 21 karyawan yang ditanggung pemerintah itu bisa diperluas, dan terakhir mungkin penguatan pasar dalam negeri juga, sebenarnya itu yang paling penting,” kata dia.
Bhima menyebut, pemberlakuan tarif ini berdampak signifikan terhadap ekonomi Indonesia karena sejumlah sektor padat karya masih bergantung kepada Negeri Paman Sam tersebut, seperti sektor alas kaki dan pakaian jadi.
Dengan berlakunya tarif resiprokal per 1 Agustus nanti, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menyentuh di level 4,7-4,8 persen year-on-year (yoy).
“Kalau pengenaan 32 persen output ekonomi turunnya Rp164 triliun. Kemudian pendapatan tenaga kerja turunnya Rp52 triliun, ekspor turunnya Rp105,9 triliun, kemudian mengakibatkan terjadinya penurunan serapan tenaga kerja 1,2 juta orang,” tutur dia.
(DESI ANGRIANI)