IDXChannel - Presiden Rusia Vladimir Putin hampir pasti akan terpilih kembali dalam pemilihan umum (pemilu) pekan ini. Tangguhnya ekonomi Rusia menjadi salah satu keunggulan Putin.
Sejak invasi Kremlin di Ukraina pada Februari 2022, perekonomian Rusia secara konsisten menentang prediksi buruk para kritikus.
Pada awal perang, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan akan terjadi resesi yang berkepanjangan, dan memperkirakan perekonomian Rusia akan berkontraksi sebesar 8,5 persen pada 2022 dan 2,3 persen pada 2023.
Meskipun perekonomian Rusia menyusut pada 2022, kontraksinya hanya sebesar 1,2 persen, menurut data pemerintah. Tahun lalu, produk domestik bruto (PDB) berhasil tumbuh 3,6 persen.
Rusia berhasil mengatasi sebagian besar dampak dari rentetan sanksi Barat. Menurut Castellum.AI, sebuah platform risiko global, Rusia telah dijatuhi 16.587 sanksi sejak awal perang dan asetnya di luar negeri senilai USD200 telah dibekukan.
Barat juga berusaha membatasi ekspor gas alam dan minyak Rusia. Mayoritas perusahaan Barat telah hengkang dari Negeri Beruang Merah tersebut.
“Saya tidak bisa mengatakan sanksi berdampak besar pada saya,” Nikolai Zlatarev, seorang warga Moskow yang bekerja di bidang pendidikan, dilansir dari Al Jazeera pada Jumat (15/3/2024).
Sejumlah faktor menopang ekonomi Rusia di tengah banyaknya sanksi Barat, termasuk tingginya harga komoditas dan peningkatan belanja militer.
Sekolah Ekonomi Kyiv memperkirakan bahwa Moskow menghasilkan USD178 miliar dari penjualan minyak tahun lalu dan pendapatan tersebut dapat meningkat menjadi USD200 miliar pada 2024 – tidak jauh dari USD218 miliar yang diperoleh pada 2022.
Namun dampak konflik yang berkepanjangan, dan kemungkinan sanksi yang lebih besar, berisiko melemahkan ekonomi Rusia dalam jangka menengah. (WHY)