IDXChannel - Tren tinggal di hunian vertikal (high rise building) diprediksi kian meningkat. Hal ini seiring minat konsumen yang semakin menggandrungi tempat tinggal terintegrasi dan berkelanjutan.
Chief Executive Officer (CEO) Leads Property Service Indonesia, Hendra Hartono mengatakan, di kawasan berkonsep township development saat ini, harga rumah tapak atau landed house sudah tinggi.
“Seperti di kawasan Alam Sutera, rumah yang harga di bawah Rp5 miliar sudah nyaris tidak ada. Bahkan ada yang sudah menyentuh Rp16 miliar. Ke depan, tren di kawasan ini ke high rise building,” kata Hendra dalam keterangan resminya, Jakarta, Minggu (22/9).
Dia menuturkan, saat ini tengah mencuat tren pasar kondominium di kawasan Tangerang. Peningkatan ini ditopang oleh tiga aspek.
Pertama, kedekatan dengan akses jalan tol. Aspek ini menjadi salah satu pertimbangan utama para calon pembeli.
“Lalu, kondominium yang dekat dengan kampus dan di kawasan mixed-use akan lebih diminati bagi mahasiswa, terutama yang memiliki keluarga berasal dari luar kota,” kata Hendra.
Ketiga, sambungnya, area yang sudah well established atau berbasis township, dan dekat dengan akses transportasi umum, seperti kereta komuter menjadi daya tarik pembeli kondominium.
Dalam kajian Leads Property menunjukkan, saat ini, kisaran harga jual kondominium segmen atas dibanderol berkisar Rp30-50 juta per meter persegi (m2). Untuk luasan di segmen ini adalah di rentang 50 m2 hingga 133 m2.
Lalu, untuk segmen middle up atau menengah ke atas, yakni di rentang luas 43 m2-294 m2 dibanderol sekira Rp22 juta per m2 hingga Rp30 juta per m2.
Kemudian segmen middle atau menengah, luasnya 21 m2-92 m2 memasang harga Rp16 juta-Rp22 juta per m2. Selain itu, untuk middle low atau menengah ke Bawah dengan luas 23 m2 hingga 87 m2 dibanderol kurang dari Rp16 juta per m2.
"Saat ini, di Tangerang mayoritas kondominium adalah di segmen middle, yakni sekitar 60,9 persen dari total pasokan yang secara kumulatif sebanyak 121.372 unit," tutur Hendra.
Sementara itu, Chief Marketing Officer (CMO) Elevee Condominium, Alvin Andronicus mengatakan, saat ini, masyarakat menyukai tinggal di tempat yang sudah lengkap dan akses transportasi bagus, serta fasilitas yang lengkap.
“Alam Sutera yang dikembangkan sejak lama dengan luas lahan 800 hektare sudah memiliki fasilitas lengkap,” ujar dia.
Kini, lanjutnya, tren orang tinggal di tempat baru dengan fasilitas lengkap, serta kawasan yang back to nature atau alami serta transportasi yang mudah terjangkau.
“Elevee Condominium luasannya seperti rumah tapak dan terletak di kawasan yang sudah lengkap. Alam Sutera sejak awal dibangun mengusung konsep hijau alami (nature green living),” kata Alvin.
Elevee Condominium adalah hunian vertikal yang dilengkapi dengan beragam fasilitas untuk kebutuhan penghuninya, termasuk forest park seluas 4 hektare.
Konsumen Aware dengan Proyek Berkelanjutan
Penerapan ESG atau konsep pembangunan berkelanjutan berbasis lingkungan, sosial, dan tata kelola merupakan tiga pilar penting dalam menilai performa bisnis properti saat ini. Oleh karenanya, sudah menjadi keharusan untuk diaplikasikan.
ESG digunakan sebagai indikator pelaporan aktivitas nofinansial dari suatu produk yang diinvestasikan (pengembangan properti). Dalam beberapa tahun terakhir, penerapan ESG sudah menjadi fokus pengembang properti di Tanah Air seiring dengan tren konsumen yang mengarah kepada produk berkelanjutan.
Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia, Adriadi Dimastanto mengatakan, pasar terbesar dan potensial dalam sebuah proyek properti adalah Gen Z dan milenial.
Segmen ini, kata dia, sangat tertarik dan peduli (aware) terhadap produk properti yang mengedepankan keberlanjutan.
“Mereka cukup detail dalam melihat fasilitas-fasilitas yang ada di sekitar proyek properti, seperti ruang terbuka hijau, ruang interaksi, sarana olahraga untuk jogging dan lainnya,” kata Adriadi.
Menurutnya, saat ini pengembang properti sudah sangat concern dengan apa yang diinginkan masyarakat terkait kebutuhan tempat tinggal yang berkelanjutan.
Adriadi menambahkan, saat ini penerapan prinsip ESG bermanfaat untuk nilai investasi.
“Dalam pengembangan properti berprinsip ESG, selain memberikan kelestarian lingkungan dan tata kelola yang baik, juga memberikan manfaat ekonomi,” tuturnya.
Adriadi mengakui, pengembangan properti skala kota yang menerapkan prinsip ESG membutuhkan dana yang tak sedikit. Namun, kata dia, prinsip ini akan berdampak pada penjualan pengembang dan bermanfaat untuk konsumen.
“Seperti Alam Sutera sudah sangat advance dalam pengembangannya, dan ini perlu pendanaan besar dalam pengembangannya. Dan sekali lagi saya tegaskan ujungnya selain konsep suistainble development yang dikembangkannya, konsumen pun diuntungkan karena nilai properti akan terus naik,” ujarnya.
Alvin menambahkan, selaku pengembang, Alam Sutera menerapkan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik (environment, social, and governance/ESG), yakni bisnis bertanggung jawab yang tidak merusak lingkungan.
“Masyarakat juga menggandrungi pembangunan yang berkelanjutan seiring prinsip reduce, reuse, dan recycle. Tidak merusak alam,” ujar Alvin.
(Fiki Ariyanti)