Laporan lembaga riset Amerika Serikat (AS) AidData ihwal 'utang tersembunyi' Indonesia dari Cina senilai USD 17,28 miliar atau setara Rp 266 triliun memang menjadi sorotan sejumlah pihak. Namun, utang tersebut tidak dikategorikan sebagai pinjaman pemerintah.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang sebesar Rp 266 triliun berasal dari skema business to business (B to B) BUMN, special purpose vehicle (SPV), perusahaan patungan, hingga swasta. Artinya, pinjaman tersebut menjadi tanggung jawab pihak terkait dan bukan pemerintah.
Kemenkeu tidak menapikan jika pinjaman itu berpotensi wanprestasi dan beresiko kepada keuangan pemerintah. Dari laporan AidData, terjadi kenaikan utang berbentuk hidden debt di negara yang menjalin kerjasama proyek infrastruktur dengan China. Namun, tidak spesifik menjelaskan adanya pinjaman untuk pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Sementara, pendanaan KCJB sendiri bersumber dari pinjaman China Development Bank (CBD) sebesar USD4,55 miliar atau setara Rp64,9 triliun. Jumlah itu sekitar 75 persen dari total nilai investasi KCJB sebesar USD6,07 miliar. Sementara sisanya 25 persen berasal dari ekuiti KCIC.
Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung memang benar-benar menyita semuanya. Selain investasinya yang terus membengkak, waktu penyelesaiannya pun molor. Awalnya, proyek ini ditargetkan selesai pada 2019, namun bergeser hingga akhir 2022. (NDA)