“Begitu pula dengan isu Green Jobs. Green Jobs yang sudah lama digaungkan, kabarnya akan menciptakan jutaan lapangan pekerjaan dari transisi energi. Namun, pernahkah pemerintah melihat berapa persen pekerja yang sudah memahami isu ini? Lalu, bagaimana dengan ketersediaan infrastruktur atau skill yang dipersiapkan untuk pekerjaan ini?," ujarnya. Pemerintah juga tidak pernah menjelaskan bagaimana peran dan peluang yang bisa diambil pekerja, nyatanya masih banyak pengangguran.
Oleh karena itu, serikat buruh mengusulkan, perlindungan hak dan keselamatan kerja, peningkatan keterampilan (upskilling and reskilling), pengembangan ekosistem tenaga kerja, advokasi dan dialog sosial, serta perlindungan sosial dan intensif.
Hasil studi Koaksi Indonesia dan paparan para pemangku kepentingan di atas membuktikan bahwa perjalanan hilirisasi nikel menjadi Green Jobs masihlah panjang. Bagaimana peran media mengawal perjalanan ini? Robby Irfany Maqoma, Environment Editor The Conversation Indonesia mengungkapkan bahwa pembahasan hilirisasi nikel di tahun 2022 masih sebatas pemberitaan yang monoton dengan pembaca yang itu-itu saja. Semenjak adanya media sosial, dia mengatakan ada perspektif baru dari pemberitaan di media sosial yang mengangkat cerita lain langsung dari masyarakat.
Dia juga menyebutkan 59 persen anak muda sangat perhatian dengan isu lingkungan, ada 48,7 juta angkatan kerja, dan 102 juta pengguna media sosial, media sosial menjadi wadah yang besar untuk merebut momentum narasi hilirisasi nikel.
“Caranya dengan berkolaborasi menggaet berbagai aktor dari CSO karena CSO-lah yang membuat narasi-narasi ini. CSO yang memantau dan mengadvokasi; akademisi karena dari riset-riset yang sifatnya saintifik bisa mengarahkan narasi yang benar; media lokal karena pelaporan yang mengakar; konten kreator karena lebih banyak orang yang melihat konten dan konten viral berkat content creator; dan media nasional karena untuk meningkatkan daya tawar. Mereka duduk bareng untuk menggaungkan narasi hilirisasi nikel ini,” kata Robby.