IDXChannel – Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mengakibatkan serapan komoditas cabe rawit di Jawa Timur (Jatim) hanya di kisaran 50 persen. Pasalnya, sejumlah sektor yang menjadi penyerap utama cabai rawit mengalami kelesuan pasar, terutama sektor hotel, restoran dan kafe (horeka).
“Serapan komoditas cabai rawit di Jatim sangat rendah sekitar 50 persen. Akibatnya harganya jatuh. Hal ini akibat pembatasan kegiatan masyarakat yang membuat banyak hotel, kafe dan restoran tutup atau buka dengan jam dan tempat terbatas,” kata Wakil Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Jatm, Nanang Triatmoko, Rabu (8/9/2021).
Pihaknya berharap kebijakan PPKM ini segera selesai dan usaha makanan seperti kafe, restoran, hotel bahkan PKL bisa buka dengan normal. Sehingga, serapan komoditas cabe rawit bisa optimal. Jika pembatasan terus berlangsung, harga cabai rawit bisa semakin turun dan petani merugi.
“Penyebab lain harga cabe rawit turun karena pasokannya melimpah. Apalagi di wilayah Madura dan Banyuwangi akan mengalami puncak panen pada Oktober mendatang. Bulan lalu, beberapa sentra cabe rawit seperti Kediri dan Blitar yang mengalami puncak panen sehingga pasokan melimpah,” terangnya.
Dia menambahkan harga cabai rawit di tingkat petani sempat jatuh sekitar Rp6.000 - Rp7.000/kilogram (kg) dan akhirnya kembali mengalami sedikit kenaikan menjadi Rp9.000/kg.
“Namun, kenaikan tersebut masih belum optimal ketika tidak diimbangi dengan tingkat penyerapan pasar yang tinggi,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Jatim Hadi Sulistyo mengatakan anjloknya harga cabai rawit akibat pasokannya melimpah. Produksi cabai rawit pada September diperkirakan mencapai 33.736 ton. Lalu di bulan Oktober 22.447 ton. Produksi cabai rawit selama setahun mencapai 426.571 ton dengan konsumsi untuk pangan setahun 66.958 ton. “Sehingga tahun ini Jatim akan surplus cabai rawit sebesar 359.613 ton,” katanya.
(IND)