IDXChannel - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyebutkan ada sejumlah risiko yang perlu diwaspadai oleh Indonesia sebagai dampak dari naiknya inflasi tahunan di kawasan Eropa.
Dampak yang pertama menurutnya adalah inflasi akan membuat tekanan pada sisi permintaan ekspor produk Indonesia baik komoditas maupun produk olahan.
"Konsumen di Eropa akan mengurangi pembelian barang impor dan cenderung lebih banyak berhemat akibat pelemahan daya beli," ujar Bhima kepada MPI, Selasa (19/7/2022).
Dia menambahkan, dampak yang kedua adalah transmisi di pasar keuangan perlu dicermati karena investor akan beralih ke aset yang lebih aman menghindari risiko stagflasi dan resesi di kawasan Eropa.
"Aset seperti Dolar AS akan di incar sebagai safe haven dan ini akan memukul stabilitas kurs rupiah," jelasnya.
Sedangkan dampak yang ketiga menurutnya adalah inflasi yang tinggi akan direspon oleh Bank Sentral Eropa (ECB) dengan kenaikan tingkat suku bunga yang tajam sehingga berdampak pada semakin cepatnya Bank Indonesia (BI) menyesuaiakan tingkat suku bunga acuan.
"Cost of fund pelaku usaha dan masyarakat umum dalam melakukan pinjaman akan naik dan hambat ekspansi usaha," ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, inflasi tahunan di kawasan Eropa mencatatkan rekor tertinggi ke angka 8,6% per Juni 2022. Lebih dari separuh inflasi tersebut disumbang oleh lonjakan harga energi.
Mengutip data Eurostat, Selasa (19/7), pada bulan Juni, kontribusi tertinggi terhadap tingkat inflasi tahunan kawasan Euro berasal dari energi (+4,19 poin persentase/pp), diikuti oleh makanan, alkohol & tembakau (+1,88 pp), jasa (+1,42 pp) dan barang industri non-energi (+1,15 pp).