IDXChannel - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Kristalina Georgieva menandai meningkatnya tekanan inflasi dan perlambatan ekonomi China sebagai risiko terhadap prospek ekonomi Asia, menyerukan para pembuat kebijakan untuk membangun kembali penyangga mereka terhadap guncangan di masa depan.
Presiden Bank Pembangunan Asia Masatsugu Asakawa juga mendesak para pembuat kebijakan Asia untuk waspada terhadap tanda-tanda arus keluar modal mendadak yang didorong oleh kenaikan suku bunga AS yang stabil.
"Kami sudah melihat risiko pengetatan agresif kebijakan moneter AS untuk melawan inflasi, yang dapat memicu pembalikan arus modal secara tiba-tiba atau depresiasi mata uang yang tajam," kata Asakawa dalam pesan video yang disiarkan di forum ASEAN+3 yang diadakan di Singapura dilansir melalui Reuters, Senin (5/12/2022).
Georgieva mengatakan ekonomi yang terdiri dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) adalah "titik terang" dalam ekonomi global, dengan pertumbuhan diproyeksikan sebesar 5 persen tahun ini dan sedikit melambat pada tahun 2023.
Tetapi dia memperingatkan prospek itu "sangat" tidak pasti dan didominasi oleh risiko, seperti dampak dari perang Rusia di Ukraina, pengetatan keuangan global dan perlambatan pertumbuhan China.
"Tantangan global mendesak lainnya adalah inflasi. Diperkirakan rata-rata hanya 4% di Asia tahun ini. Tetapi tekanan inflasi di kawasan ini meningkat," kata Georgieva.
"Kami tidak tahu berapa lama guncangan ini akan berlangsung dan apakah guncangan lain mungkin datang. Tetapi kita perlu membangun kembali dan melestarikan buffer dan bersiap untuk sepenuhnya menggunakan tool-kit kebijakan kita," katanya kepada forum yang sama.
Penguncian COVID yang ketat di China telah membebani pertumbuhan global yang sudah melambat dengan mengurangi aktivitas ekonomi domestik dan mengganggu rantai pasokan bagi produsen di seluruh dunia.
Dampak dari perlambatan China sangat menyakitkan di Asia, di mana aktivitas pabrik merosot di seluruh wilayah pada bulan November.
Beberapa negara berkembang juga terpaksa menaikkan suku bunga untuk memerangi arus keluar modal yang disebabkan oleh kenaikan suku bunga AS, dengan mengorbankan kerugian ekonomi mereka yang rapuh.
Pada forum tersebut, Gubernur Bank of Japan Haruhiko Kuroda mengatakan dia tidak melihat risiko signifikan Asia menghadapi kehilangan kepercayaan yang tiba-tiba atau krisis keuangan baru.
Tetapi dia memperingatkan agar tidak berpuas diri karena beberapa negara Asia melihat penyangga kebijakan mereka menurun, setelah mengerahkan paket pengeluaran besar untuk melawan pandemi COVID-19.
"Seperti yang ditunjukkan oleh gejolak pasar baru-baru ini di Inggris, reaksi pelaku pasar terhadap keputusan dan pengumuman kebijakan dapat berdampak signifikan pada harga aset," kata Kuroda, yang sebelumnya adalah kepala ADB dan diplomat mata uang top Jepang.
"Pembuat kebijakan ASEAN harus waspada terhadap risiko dan menawarkan komunikasi yang memadai, dan tepat waktu untuk menghindari hasil yang tidak diinginkan," katanya.
(DKH)