Menurut dia, harus diakui di Orde Baru nation building berjalan sistematis, karena politisi saat itu berpikir jauh ke depan melakukan upaya agar identitas bangsa yang kokoh dari masa ke masa.
"Kita prihatin dan sedih ketika Pilpres, Pilgub, bangsa ini seolah-olah dikotak-kotakkan. Bayangkan, bagaimana perasaan dari para founding father kita yang membangun bangsa ini dengan darah dan air mata mencoba menyatukan bangsa ini dengan segala daya upaya. Tetapi kemudian disederhanakan menjadi cebong-kampret, menjadi kita atau mereka. Sangat menyedihkan, bagi saya ini adalah hal yang sangat serius," ujar Bima.
Rektor Unpar Mangadar Situmorang, Ph.D mengungkapkan bahwa perguruan tinggi memiliki peranan dalam menanamkan nilai-nilai wawasan kebangsaan. Menurut dia, persoalan kebangsaan adalah ikhtiar ilmiah, bukan hanya politis.
Meskipun tak dimungkiri bahwa ikhtiar ilmiah tersebut seringkali tidak terbebsa dari pertarungan poitis. Pancasila, lanjut dia, akan selalu dihadapkan pada kekuatan tarik menarik kapitalisme, liberalisme, ataupun juga sejenisnya. Demikian juga dengan konstelasi kekuatan kekuasaan yang bersifat global maupun domestik.
Perguruan tinggi di Indonesia tidak akan terlepas dari konstelasi politik yang ada. Kendati demikian, sebagai lembaga pendidikan, perguruan tinggi harus terbuka untuk mengkritisi nasionalisme itu sendiri dengan sikap ilmiah, kreatif, dan inovatif yang berbasis pada Pancasila.
(IND)