sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Industri Kulit di Garut Dinilai Stagnan, Ridwan Kamil: Ada Bahannya yang Tidak Layak Ekspor

Economics editor Agung Bakti Sarasa
07/01/2022 12:54 WIB
Ridwan Kamil menilai industri kerajinan kulit di Garut memiliki potensi bisnis yang besar, namun saat ini masih belum bisa berkembang karena sejumlah hal.
Industri Kulit di Garut Dinilai Stagnan, Ridwan Kamil: Ada Bahannya yang Tidak Layak Ekspor (Dok.MNC Media)
Industri Kulit di Garut Dinilai Stagnan, Ridwan Kamil: Ada Bahannya yang Tidak Layak Ekspor (Dok.MNC Media)

IDXChannel - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menilai industri kerajinan kulit di Garut memiliki potensi bisnis yang besar, namun saat ini masih belum bisa berkembang karena sejumlah hal.

Ridwan juga menambahkan pasar generasi Z atau milenial dan luar negeri sebagai prospek pasar yang menjanjikan bagi pelaku industri kerajinan kulit di Kabupaten Garut.

Menurut dia, untuk menggaet pasar yang lebih luas ini, para pelaku usaha kerajinan kulit di Garut harus mulai menggunakan teknologi informasi sebagai alat pemasaran. 

Hal tersebut diungkapkan Ridwan Kamil saat melakukan kunjungan ke Satuan Pelayanan (Satpel) Pengembangan Industri Perkulitan yang dikelola Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jabar di Sukaregang Kabupaten Garut, Kamis (6/1/2022). 

Dalam kunjungan yang disertai dialog dengan para pelaku usaha kerajinan kulit tersebut, Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu meyakinkan, digitalisasi teknis pemasaran bisa menggerakan roda perekonomian yang sempat lesu akibat pandemi COVID-19.

Menurut dia, industri kerajinan kulit di Garut memiliki potensi bisnis yang besar. Sayangnya, selama ini, industri itu justru tak banyak berkembang.

Kang Emil mencatat, setidaknya ada lima masalah utama yang menyebabkan pengembangan industri kerajinan kulit di Garut stagnan. Pertama, bahan baku untuk membuat kerjinan kulit masih belum layak untuk diekspor.

"Bahannya ternyata tidak exportable karena saat diuji di laboratorium, kadar ini itu-nya tidak memadai," kata Kang Emil dalam keterangannya, Jumat (7/1/2022). 

Permasalahan kedua, desain produk kerajinan kulit di Sukaregang tak banyak inovasi. Ini bisa dilihat dari desain untuk produk yang sama di beberapa toko kerajinan kulit hampir semuanya mirip.

Menurutnya, salah satu persoalan dalam penjualan adalah produk yang tidak sesuai dengan selera pasar saat ini. 

"Saya tawarkan kalau ada pengusaha kulit yang mau berkolaborasi memproduksi desain Ridwan Kamil, saya tunggu," katanya. 

Kang Emil menegaskan, dirinya tak akan memungut biaya sepeser pun bagi pelaku usaha kerajinan kulit yang ingin produknya didesain olehnya. 

"Kalau mau silakan, saya minta daftarnya berapa toko yang mau memproduksi barang yang saya buat desainnya mulai dari dompet, tas wanita, sepatu, jaket yang semuanya berbahan dasar kulit garut," ujarnya. 

Tak hanya itu, Kang Emil yang memiliki pengikut di media sosial hingga sekitar 15 juta orang itu juga siap mempromosikan produk kulit yang dia desain. 

"Saya juga siap untuk memasarkan produknya, tapi tentunya produk itu harus sesuai dengan selera pasar. Nanti saya posting, pengikut saya sudah ada 15 juta orang," kata Kang Emil. 

Tidak hanya itu, Pemprov Jabar pun berencana akan membentuk lembaga yang bertugas mengembangkan tren desain produk kerajinan kulit.

"Kalau perajin kompak, setiap tahun akan ada tren berbeda. Tidak berulang terus. Jadi membuat trendsetter," paparnya.

Masalah ketiga, lanjut Kang Emil, terdapat masalah limbah dalam pasca produksi kerajinan kulit di Garut yang menjadi faktor penyebab pencemaran lingkungan. 

Masalah keempat, para pelaku usaha kerajinan kulit di kawasan Sukaregang masih kurang memahami bagaimana memasarkan produknya secara digital. Saat ini, mayoritas mereka masih menjual produknya secara konvensional. 

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement