Mengapa Penting Menjaga Inflasi Inti?
Tingkat inflasi inti adalah perubahan harga barang dan jasa di luar harga makanan dan energi.
Mengingat harga produk makanan dan energi tidak stabil dan berubah begitu cepat, oleh karenanya tidak dimasukkan ke dalam kategori ini yang berpotensi mendistorsi akurasi tingkat inflasi yang sebenarnya.
Tingkat inflasi inti juga disebut lebih akurat daripada tingkat inflasi utama dalam mengukur tren inflasi yang mendasarinya. Keakuratan inilah yang menyebabkan bank sentral lebih memilih menggunakan tingkat inflasi inti saat menetapkan kebijakan moneter.
Sementara inflasi reguler mengukur peningkatan semua item termasuk produk makanan dan energi. Kebijakan inflasi ini sangat berdampak pada kehidupan sehari-hari yang akan memaksa masyarakat atau konsumen untuk memperketat anggaran.
Inflasi inti juga menjadi indikator inflasi yang disukai oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed).
Artinya, mengutip The Balance, jika tingkat inflasi inti terlalu tinggi dan juga bertahan di level tertinggi, Dewan Gubernur The Federal Reserve System kemungkinan akan menaikkan tingkat dana federal, sehingga meningkatkan suku bunga hipotek, kartu kredit, dan produk pinjaman konsumen lainnya.
Dengan kata lain, ketika tingkat inflasi inti meningkat, tidak hanya barang-barang konsumsi seperti perumahan, transportasi, dan pakaian menjadi lebih mahal, namun juga biaya atau bunga pinjaman yang juga akan meroket.
Di Indonesia, Inflasi Inti diartikan sebagai komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, lingkungan eksternal seperti nilai tukar, harga komoditi internasional, dan inflasi mitra dagang, serta ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen.
Mengutip Bank Indonesia, inflasi penting untuk dikendalikan. Inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pertama, inflasi yang tinggi bisa berpengaruh kepada pendapatan riil masyarakat yang berpotensi terus turun. Kondisi ini bisa berdampak pada standar hidup masyarakat yang menurun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Mengingat inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
Jika inflasi inti Jepang terus naik dan memecahkan rekor tertinggi setelah sekian lama, tentu hal tersebut bukan sebuah pertanda yang baik bagi perekonomian Jepang bahkan dunia.
Bagi negara tetangga dan mitra dagang, kenaikan inflasi bisa saja akan memengaruhi perdagangan antara negara di mana biaya ekspor-impor bisa saja membengkak akibat kondisi ini. (ADF)