sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Ironi Industri Tekstil RI: China Mau Investasi tapi Badai PHK Masih Jadi Momok

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
22/06/2024 16:04 WIB
Perusahaan tekstil asal China berminat melakukan investasi di Indonesia. Namun, industri tekstil RI masih diselimuti trauma PHK yang masih terus terjadi.
Ironi Industri Tekstil RI: China Mau Investasi tapi Badai PHK Masih Jadi Momok. (Foto MNC Media)
Ironi Industri Tekstil RI: China Mau Investasi tapi Badai PHK Masih Jadi Momok. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, perusahaan tekstil asal China berminat melakukan investasi di Indonesia.

Luhut menyebutkan, pemerintah sudah menyiapkan lahan di daerah Kertajati, Majalengka, Jawa Barat.

Menurut Luhut, investor tersebut bakal segera melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) bila permasalahan tanah selesai. 

Untuk melancarkan investasi ini, Luhut mengaku terus berkomunikasi kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono untuk mengeluarkan status tanah kepada industri asal China tersebut.

"(Agus mengatakan) bisa diselesaikan dalam sepekan, ya bulan depan kita akan lihat mulai konstruksi," ujar Luhut dalam agenda MINDialogue, di Jakarta, Kamis (20/6/2024).

Momok PHK Sektor Tekstil

Namun, industri tekstil dalam negeri masih diselimuti trauma pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masih terus terjadi sampai saat ini.

Hal tersebut disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi.

Ristadi mengatakan, ada lebih dari 10 ribu pekerja tekstil di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang terkena PHK sepanjang 2024, terhitung sejak Januari hingga Mei lalu.

Tak berhenti pada Mei, Ristadi mengatakan, Pengurus KSPN mendapatkan update terbaru per hari ini atau 9 Juni 2024 adanya tambahan lebih dari 3 ribu orang terkena PHK. Menurut Ristadi, total terdapat 13.800 orang yang terkena PHK.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengungkapkan, badai PHK massal yang menimpa para pekerja di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tersebut menjadi pil pahit di tengah lesunya bisnis tekstil di pasar domestik.

Terlebih, kata Jemmy, kondisi ini juga diperparah dengan krisis ekonomi global sehingga mengakibatkan komoditas ekspor produk TPT lokal terhambat.

Dia menyayangkan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang justru semakin menambah beban bagi pengusaha industri TPT lokal tersebut. 

Padahal, berdasarkan data prompt manufacturing index BI (PMI-BI), pada periode triwulan I-2024, industri tekstil dan pakaian jadi meningkat dan berada pada fase ekspansi dengan indeks sebesar 57,40 persen.

Demikian juga industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki sebesar 55,36 persen. Selanjutnya, kinerja industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki pada triwulan II-2024 bahkan diperkirakan akan berada pada fase ekspansi dengan indeks tertinggi yaitu sebesar 61,07 persen.

Menurut data Kementerian Perindustrian, dilihat dari sisi capaian realisasi investasi, nilai investasi sektor industri tekstil dan pakaian jadi, serta industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki juga mengalami peningkatan.

Nilai investasi sektor tersebut semakin meningkat di mana pada 2022 tercapai sebesar Rp24,6 triliun dan pada 2023 tercapai sebesar Rp27,9 triliun.

Pada triwulan I-2024 nilai investasi sebesar Rp6,9 triliun. Secara rata-rata pada 2022-2024, proporsi investasi industri tekstil sebesar 40 persen, industri pakaian jadi sebesar 20 persen, serta industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki sebesar 40 persen.

Capaian realisasi investasi yang stabil pada periode tersebut memperlihatkan produktivitas industri tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki masih menjanjikan.

Terlihat dari laju PDB Industri Tekstil dan Pakaian Jadi menguat 2,64 persen di triwulan I-2024. Angka ini lebih baik jika dibandingkan dengan kontraksi 1,98 persen secara tahunan pada 2023 lalu.

Namun, angka ini masih jauh dari laju PDB industri ini yang ekspansif 15,35 persen di era sebelum pandemi Covid-19, tepatnya di 2019. (Lihat grafik di bawah ini.)

Mirisnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, selama periode 2013-2022 volume tekstil dan barang tekstil impor yang masuk ke Indonesia rata-rata mencapai 2,16 juta ton per tahun, dengan rata-rata nilai impor USD8,8 miliar tiap tahunnya.

Angka tersebut mencakup seluruh impor tekstil dan barang tekstil golongan barang XI (kode HS 50-63), yang terdiri dari gabungan komoditas sutra, wol, kapas, serat tekstil, filamen, serat stapel, kain tenun, kain rajutan, karpet, pakaian rajutan/non-rajutan, aksesoris pakaian, dan berbagai produk tekstil jadi lainnya, termasuk pakaian bekas.

Volume impor tekstil juga terus menguat semenjak Covid-19 di era 2021 hingga pada 2022, nilai tekstil dan barang tekstil impor yang masuk ke Indonesia mencapai USD10,1 miliar, naik 7,4 persen dibanding 2021 secara tahunan (yoy) dan sekaligus menjadi rekor tertinggi baru.

(YNA)

Halaman : 1 2 3 4 5
Advertisement
Advertisement