IDXChannel - Larangan impor pakaian bekas kembali mencuat tahun ini. Padahal ketentuan tersebut sebelumnya sudah diatur sejak 2015. Pengawasan yang tidak maksimal disinyalir menjadi penyebab masih menjamurnya penjualan pakaian bekas impor di Indonesia yang pada akhirnya menikam industri tekstil nasional.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah menilai, larangan baju bekas impor akan memberikan dampak yang signifikan terhadap industri tekstil nasional. Namun, terdapat sejumlah langkah yang harus dilakukan untuk mengiringi larangan tersebut.
Pertama, Piter menilai, pemerintah harus dengan tegas memberantas importir yang masih nekat menyelundupkan pakaian bekas ke Indonesia.
“Pemerintah cukup berfokus memberantas importirnya. Kalau itu benar-benar dilakukan, otomatis pedagang di Indonesia tidak akan mendapatkan barang dagangan baru. Lama-lama tren thrifting pun akan semakin hilang,” ujar Piter kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (28/3/2023)
Menurut Piter, Sumatera menjadi salah satu daerah yang harus diawasi secara ketat. Pasalnya, pakaian impor sangat menjamur di pulau yang berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga tersebut. Banyak importir memanfaatkan jalur-jalur tidak resmi untuk menyelundupkan barang ilegal.
Kedua, untuk bisa mengalihkan permintaan masyarakat yang tinggi dari pakaian bekas impor dengan merk ternama, Piter mengatakan, kampanye mencintai produk dalam negeri harus semakin gencar dilaksanakan secara berkelanjutan untuk meningkatkan permintaan dari industri tekstil nasional.
“Pemerintah harus punya program yang jelas untuk mengkampanyekan hal ini, misal pejabat disuruh untuk memamerkan produk dalam negeri, atau mendorong influencer-influencer besar di Indonesia untuk memakai produk lokal dan sebagainya,” imbuhnya.
Senada, Direktur Eksekutif Institute for Development Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai, pemerintah juga harus mendukung industri lokal dari segi produksi, sehingga pelaku usaha bisa semakin meningkatkan kualitasnya yang pada akhirnya meningkatkan permintaan terhadap industri nasional.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan memberikan akses yang mudah terhadap bahan baku, memberikan insentif atau pembiayaan untuk membeli teknologi baru dan melibatkan sejumlah sumber daya manusia (SDM) lokal yang memiliki pemahaman dan pengalaman mendalam mengenai tren industri.
“Ahli-ahli mode harus dilibatkan, pemerintah harus mendukung kreativitas mereka untuk meningkatkan kualitas industri,” ujarnya.
Tauhid mengatakan, pemerintah harus melakukan langkah yang menyeluruh untuk meningkatkan industri nasional. Menurutnya, pengentasan tersebut tidak bisa secara langsung mengalihkan minat masyarakat dari impor pakaian bekas ke industri nasional.
(FAY)