Agus menjelaskan, upaya pengendalian impor di Indonesia memang menghadapi banyak tantangan, mulai dari banyaknya produk impor masuk tanpa pemeriksaan SNI di kawasan pabean (border), lemahnya pengawasan termasuk di kawasan berikat, hingga lemahnya tata niaga impor karena tidak berbasis data industri hingga maraknya impor ilegal.
Belum lagi, Agus juga mengungkap adanya keterlibatan pihak-pihak yang memiliki 'kekuatan', sehingga nyaris tak tersentuh.
"Masalah pengendalian impor memang kompleks. Lebih kompleks lagi kalau dalam pelaksanaan di lapangan kita berhadapan dengan kekuatan yang kuat. Kelompok-kelompok yang kuat, atau mafia," keluh Agus.
Karenanya, Agus menekankan perlunya sinergi dan kolaborasi yang baik antara semua pemangku kepentingan terkait. Agus menyebut kolaborasi dalam pengetatan impor diperlukan agar industri dalam negeri tidak terdampak, sehingga tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri manufaktur.
Sebagai sektor yang jadi kontributor terbesar bagi PDB nasional, manufaktur perlu terus didorong oleh kolaborasi yang erat.
"Maka memang diperlukan kerja sama, kolaborasi yang baik. Kolaborasi tanpa dusta oleh semua kementerian/lembaga, stakeholders yang terlibat," tegas Agus. (TSA)