IDXChannel - Polemik penyesuaian kebijakan impor bahan bakar minyak (BBM) untuk stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta dalam beberapa waktu terakhir menegaskan keberadaan kilang minyak berperan penting dalam ketahanan energi nasional.
Hal ini sejalan dengan porsi BBM dalam bauran energi sektor transportasi pada 2024 yang tercatat masih dominan, yakni 99,89 persen.
Direktur Eksekutif Reforminer Komaidi Notonegoro mengatakan, meskipun memiliki peran penting, industri kilang minyak di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya dihadapkan pada pasar BBM nasional dengan kondisi regulated market, di mana sebagian besar volume BBM yang diperdagangkan merupakan barang bersubsidi.
“Kondisi tersebut menyebabkan industri kilang minyak di Indonesia relatif sulit untuk dapat memperoleh margin usaha yang wajar,” ungkap Komaidi dalam keterangan tertulis, Rabu (8/10/2025).
Dia mengatakan, karena sulit memperoleh margin wajar, perkembangan industri kilang di Indonesia relatif lambat. Sebagai perbandingan, dalam 10 tahun terakhir kapasitas kilang minyak wilayah Asia Pasifik bertambah 3,73 juta barel per hari, Timur Tengah 2,73 juta barel per hari, dan Eropa 829 ribu barel per hari.
Sementara pada periode tersebut kapasitas kilang minyak Indonesia hanya bertambah 125 ribu barel per hari. Penambahan kapasitas tersebut berasal dari RDMP Kilang Balongan dan RDMP Kilang Balikpapan.
Komaidi mengatakan, kebutuhan anggaran investasi yang besar sementara margin yang diperoleh relatif belum kompetitif, menyebabkan industri kilang minyak tidak menjadi pilihan utama.
“Berdasarkan data yang kami miliki, rata-rata pembangunan kilang minyak dengan kapasitas 100 ribu barel per hari memerlukan investasi antara USD7,5–8 miliar atau sekitar Rp123 triliun–132 triliun,” ungkap dia.
Jika mengacu pada konsumsi BBM saat ini sekitar 1,6 juta barel per hari, Indonesia paling tidak harus memiliki kilang minyak dengan kapasitas sekitar 2 juta barel per hari jika menghendaki untuk tidak melakukan impor BBM.
Adapun dengan kapasitas kilang minyak saat ini sekitar 1,14 juta barel per hari, Indonesia setidaknya memerlukan tambahan kapasitas sekitar 852 ribu barel per hari atau setara dengan kebutuhan investasi sekitar Rp1.054–1.125 triliun.
Komaidi menjelaskan, terkait aspek teknologi dan keandalan kilang, kebijakan Refinery Development Master Plan (RDMP) dan Grass Root Refinery (GRR) untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produk yang selama ini sudah dilakukan Pertamina pada dasarnya telah tepat.
Hal ini terlihat dari perkembangan teknologi dan keandalan kilang global tercatat terus meningkat. Sebagian besar Nelson Complexity Index (NCI) kilang global berada di atas 10 yang mencerminkan kilang-kilang tersebut memiliki tingkat kompleksitas dan teknologi yang tinggi. Kilang dengan NCI tinggi umumnya dilengkapi unit-unit canggih yang memungkinkan untuk mengadaptasi hasil produknya sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan pasar.
Mencermati perkembangan dan kondisi yang ada tersebut, ujar Komaidi, peremajaan kilang minyak nasional baik melalui GRR maupun RDMP mendesak untuk segera dilakukan. Peremajaan tidak hanya penting untuk menambah kapasitas kilang, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas produk, efisiensi biaya produksi, menghasilkan produk bernilai tambah lebih tinggi, lebih fleksibel dan adaptif dengan kebutuhan pasar, dan berpotensi memiliki aspek HSSE (Health, Safety, Security, dan Environment) yang lebih baik.
Dia menambahkan, dengan kebutuhan investasi besar dan margin yang belum kompetitif, peremajaan kilang minyak nasional memerlukan political will dan dukungan kebijakan baik fiskal dan non fiskal dari seluruh stakeholder pengambil kebijakan.
Terkait kebutuhan anggaran investasi yang cukup besar pada umumnya BUMN dalam hal ini Pertamina yang diberikan tugas membangun kilang memerlukan kolaborasi dengan pihak/mitra bisnis yang lain.
Akan tetapi, kata Komaidi, dari sejumlah rencana kerja sama yang pernah akan dilakukan, calon mitra seperti Saudi, Iran, dan Kuwait justru mengundurkan diri. Permintaan insentif fiskal yang tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah disampaikan menjadi penyebab utama sejumlah calon mitra Pertamina tersebut mundur.
“Semoga para stakeholder pengambil kebijakan dapat memberikan terobosan kebijakan agar peremajaan kilang minyak nasional dapat segera dilakukan,” ujar Komaidi.
(Yanto Kusdiantono)