"Kalau beneran diterapin itu pembatasan BBM, kita ojol ini semua mau dapat apa? Berat sekali itu, yang ada narik (ojol) sekarang cuma dapat panas-panasan saja," lanjut Bayu.
Senada dengan Bayu, Ghani (23) yang sudah menjadi ojol sejak 2019 pun mengaku keberatan atas wacana pembatasan BBM tersebut.
Ghani mengatakan, dengan bekerja sebagai Ojol, dirinya dapat membiayai kuliah dan mencicil pembelian sepeda motornya saat ini. Saat ini, dia juga sering mengalami kesulitan mencari ketersediaan BBM bersubsidi di setiap pom pengisian BBM.
"Kemarin saya juga sempat mencari BBM Pertalite, sekarang mulai langka di pom bensin. Biasanya di Pom bensin Nomor 31 kan ada, tetapi sudah sulit," kata Ghani.
Ghani menambahgkan, jika memang pemerintah hendak membatasi ketersediaan BBM bersubsidi, setidaknya mempertimbangkan untuk kebutuhan para ojol.
"Kalau memang mau dibatasi (oleh pemerintah), setidaknya harga maupun ketersediaan BBM subsidi itu diberikan juga hak istimewa buat para ojol. Soalnya sehari, saya isi bensin itu bisa Rp30-40 ribu, kalau sebulan bisa jutaan. Tolong kebijakan dibuat tepat sasaran lah," kata Ghani.
Meski demikian, Ghani mengatakan dirinya mendukung wacana pembatasan BBM bersubsidi oleh pemerintah, agar tidak diakses oleh kalangan kelas ekonomi mampu. Untuk itu, dia berharap wacana kebijakan tersebut dapat memberikan alternatif bagi para ojol.