Dalam keynote lecture tentang pengelolaan kebijakan makro-fiskal pascapandemi, Prof. Alan Auerbach menekankan betapa pentingnya kebijakan fiskal dalam penanggulangan krisis. Tersedianya ruang fiskal sangat penting dalam mendukung kebijakan countercyclical.
Akan tetapi, pendekatan kebijakan countercyclical tradisional saja tidaklah cukup karena kinerja ekonomi secara keseluruhan tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh kemampuan penggunaan ruang fiskal.
Respon ekonomi terhadap pandemi dan kondisi awal masing-masing negara yang berbeda akan menentukan arah pemulihan ekonomi masing-masing negara. Oleh karena itu, pengambilan kebijakan juga perlu menggunakan pendekatan yang inovatif dan relevan dengan kondisi sebuah negara.
Prof. Auerbach juga menekankan perlunya fleksibilitas desain fiscal rule dalam menghadapi siklus perekonomian yang fluktuatif, namun di saat yang sama juga harus mampu menunjukkan kredibilitas kebijakan fiskal. Salah satu solusi untuk memastikan fiscal rule yang fleksibel namun kredibel adalah dengan adanya independent fiscal councils.
Terakhir, Prof. Auerbach juga menggarisbawahi bahwa kebijakan countercyclical tidak selalu bertentangan dengan twin goals, yaitu pertumbuhan ekonomi dan sustainabilitas. Beberapa kebijakan fiskal seperti perlindungan sosial yang tepat sasaran dan kebijakan perpajakan yang tepat dapat menghasilkan pendapatan yang sesuai kebutuhan sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan sekaligus mampu menjaga keberlanjutan fiskal.
Isu strategis lainnya adalah pentingnya Indonesia bernavigasi dalam dinamika ekonomi global di tengah pelemahan pertumbuhan global, tekanan inflasi yang tinggi, percepatan pengetatan kebijakan moneter, volatilitas di pasar keuangan dan komoditas, serta gangguan pasokan.
Pertumbuhan di kawasan Asia Timur dan Pasifik diperkirakan akan meningkat pada tahun 2023 karena proyeksi pemulihan parsial di Tiongkok. Namun, pertumbuhan di kawasan lainnya terutama di Eropa diperkirakan akan melambat karena permintaan yang belum sepenuhnya pulih di tengah tingginya tekanan inflasi. Kondisi geopolitik di tingkat global maupun regional diharapkan membaik ketika memasuki tahun 2023.
Ke depan, dukungan kebijakan fiskal dibutuhkan untuk memperkuat pemulihan ekonomi dari guncangan dan transisi menuju model pertumbuhan yang lebih berkelanjutan dan inklusif dengan tetap memperhatikan aspek keadilan pada kelompok miskin dan rentan.
Terakhir, penciptaan sumber pertumbuhan baru di Indonesia dapat diupayakan melalui pengembangan ekosistem digital dan pemberdayaan industri digital. Indonesia memiliki potensi dalam mengembangkan sektor digital diantaranya peningkatan akses internet, pasar yang cukup besar di kawasan Asia Tenggara, serta tingginya pengguna moda e-commerce dalam bisnis.
Digitalisasi menjadi menjadi peluang untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing Indonesia, walaupun dalam pengembangannya juga disertai tantangan di antaranya perlunya peningkatan keterampilan pekerja menuju high skilled labor yang menjadi kunci utama dalam meningkatkan daya saing investasi Indonesia.
Tantangan lain yang tak kalah penting adalah pembiayaan penetrasi digital di Indonesia yang memerlukan dukungan tidak hanya dari pembiayaan publik melalui APBN namun juga dari sektor swasta. Pengembangan dan pendalaman sektor keuangan, termasuk dana pensiun, dapat menjadi salah satu solusi pembiayaan pengembangan ekonomi digital dalam jangka panjang. (RRD)