sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Kemenperin Klarifikasi soal Produk China Mau Dikenakan Bea Masuk 200 Persen

Economics editor Tangguh Yudha/MPI
03/07/2024 11:17 WIB
Kemenperin memberikan penjelasan terkait hasil rapat internal kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (2/7/2024).
Kemenperin Klarifikasi soal Produk China Mau Dikenakan Bea Masuk 200 Persen. (Foto MNC Media)
Kemenperin Klarifikasi soal Produk China Mau Dikenakan Bea Masuk 200 Persen. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan penjelasan terkait hasil rapat internal kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (2/7/2024) kemarin.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menegaskan, dalam rapat tersebut hanya membahas terkait ekosistem kesehatan Indonesia termasuk relaksasi perpajakan industri kesehatan. Artinya, tidak ada membahas isu lain.

Pernyataan ini disampaikan guna meluruskan pemberitaan yang mengutip Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita soal rencana kenaikan bea masuk barang impor asal China hingga 200 persen.

"Terkait hal ini, kami sampaikan dan luruskan bahwa Bapak Menteri Perindustrian hanya menjawab pertanyaan seputar isi rapat relaksasi perpajakan industri kesehatan dan tidak menjawab pertanyaan terkait rencana pengenaan Bea Masuk produk impor 200 persen," ujarnya dalam keterangan resminya, Jakarta, Rabu (3/7/2024).

Dia menegaskan, Menperin tidak mengeluarkan pernyataan apapun soal kebijakan tersebut.

"Dengan kata lain, tidak ada pernyataan dari Menteri Perindustrian yang bertujuan menjawab atau menyinggung mengenai pengenaan bea masuk 200 persen produk impor," katanya.

Febri menerangkan, jawaban Menperin terkait dengan pelaporan dua minggu ke depan oleh kementerian dan lembaga adalah merupakan arahan Presiden untuk tindaklanjut hasil rapat internal tentang relaksasi perpajakan industri kesehatan dan bukan tentang rencana pengenaan isu bea masuk 200 persen produk impor.

Adapun terkait hasil rapat pimpinan relaksasi perpajakan industri alat kesehatan, Febri mengatakan, Presiden memberikan waktu dua minggu kepada para menteri untuk memberikan laporan secara utuh, termasuk kemungkinan menggunakan instrumen larangan dan pembatasan (lartas). Tim tersebut akan dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi.

"Selanjutnya, arahan Bapak Presiden adalah agar pelayanan masyarakat dalam sektor kesehatan bisa lebih murah dengan kualitas yang baik setelah menerapkan kebijakan yang pro terhadap industri kesehatan nasional ke depan," kata Febri.

"Bapak Presiden juga memberikan arahan agar semua regulasi bisa mengarah kepada kemandirian sektor dan industri kesehatan sehingga mampu menarik investasi di sektor tersebut. Pada gilirannya pengadaan obat-obatan dan alkes bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri," katanya.

Perbaikan ekosistem industri farmasi dan alat kesehatan amat perlu dilakukan untuk mampu melayani kebutuhan masyarakat Indonesia dengan pelayanan kesehatan bermutu. Sebab, fasilitas kesehatan yang memadai dan terjangkau oleh masyarakat amat dibutuhkan.

"Hal ini juga sejalan dengan upaya meningkatkan produktivitas dan daya saing dua sektor industri tersebut di dalam negeri," katanya.

Saat ini, industri farmasi masih memiliki ketergantungan besar terhadap bahan baku impor. "Dalam rapat tersebut, Menperin menyampaikan beberapa usulan kebijakan-kebijakan yang perlu diambil untuk meningkatkan investasi di sektor industri farmasi," ujar Febri.

Pertama, mengusulkan agar impor bahan baku obat sebaiknya tidak dikenai aturan persetujuan teknis (pertek). Hal ini untuk memudahkan industri farmasi di dalam negeri memperoleh bahan baku. Pertek sebaiknya dikenakan kepada barang jadi obat-obatan impor.

Kedua, mengusulkan skema Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk bahan baku obat yang belum bisa diproduksi di Indonesia serta penghapusan PPN bagi bahan baku obat lokal.

Sedangkan yang ketiga, meminta agar industri farmasi dan industri alat kesehatan bisa menerima fasilitas tax allowance untuk pengembangannya, karena saat ini belum ada industri dari dua sektor tadi yang memperoleh fasilitas tersebut.

(YNA)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement