“Kami melihat volatilitas harga komoditas global, dan permintaan di negara maju lebih lemah dari perkiraan,” kata CEO BHP Mike Henry.
“Meskipun demikian, permintaan dari China tetap sehat meskipun terdapat kelemahan di sektor perumahan, dan India tetap menjadi titik terang," lanjutnya.
Pekan lalu, BHP mengumumkan bahwa pihaknya menurunkan nilai aset nikelnya di Australia Barat karena anjloknya harga komoditas tersebut yang disebabkan lonjakan pasokan dari Indonesia.
Nikel sangat penting dalam pembuatan baja tahan karat dan baterai kendaraan listrik (EV). Harganya rontok sekitar 40 persen tahun lalu karena teknik pemurnian baru memungkinkan nikel berkualitas rendah dari Indonesia digunakan untuk baterai.
Bulan lalu, pengadilan di Brasil memerintahkan Vale dan BHP untuk membayar ganti rugi atas runtuhnya bendungan di tambang bijih besi patungan mereka di Samarco.
Banjjir ini melepaskan 40 juta meter kubik lumpur beracun, membanjiri 39 rumah, dan menewaskan 19 orang. (WHY)