"Misalnya, kalau offline itu kalau beauty harus ada POM-nya, harus ada SNI-nya, kalau makanan harus ada izin halalnya, yang lainnya tidak. Tentu ini enggak fair satu diberlakukan, satu tidak," tuturnya.
Berikutnya adanya indikasi praktik perdagangan tidak sehat oleh pelaku usaha asing. Selanjutnya masih lemahnya daya saing UMKM dan produk dalam negeri.
Selain itu, menurut dia, equal level of playing field pada ekosistem PMSE belum terwujud. Terakhir, munculnya model bisnis PMSE baru yang berpotensi mengganggu ekosistem PMSE sebelumnya.
"Tujuan penyusunan revisi Permendag 50/2020 ini menjadi Permendag 31/2023 menciptakan ekosistem e-commerce yang adil, sehat, bermanfaat, dengan memperhatikan perkembangan teknologi yang dinamis," tuturnya.
(RNA)