Hal itu menandakan demand sudah mulai berkurang. China mengalami perlambatan, Eropa juga resesi dan Amerika Serikat sekarang satu-satunya yang masih kuat. Namun masih ada pertanyaan, tahun depan masih bisa bertahan atau tidak?
Richie membeberkan kondisi di AS cukup memperhatikan, kredit yang direstrukturisasi harus mulai dibayar, penggunaan kartu kredit all time high, bunga kartu kredit naik tinggi, sehingga menimbulkan saving rate yang rendah.
"Kita tinggal tunggu saja bahwa ekonomi ini akan semakin melemah karena memang source of financing-nya enggak ada, perusahaan butuh uang, rakyat juga keuangannya tipis tapi sampai sekarang masih bagus, kalau kita gabungkan semua data yang ada, menandakan dunia dan AS melambat," ungkap Richie.
Ketika The Fed berbicara soal pemangkasan suku bunga dinilai sudah tepat. The Fed di 2021 mengatakan inflasi itu cenderung dengan tren yang ada, hanya sebentar kemudian turun, ternyata salah, hingga Juni 2022 melesat ke 9%.
The Fed pun diminta 'restore' kredibilitasnya karena market sudah bertanya soal kredibilitas atau bisa dipercaya atau tidak. Dengan suku bunga yang naik dari 0,25% ke 5,5%, Richie menilai tidak mungkin tidak ada sesuatu yang terjadi.
Richie mengibaratkan orang Indonesia ketika suku bunga naik dari 1% ke 5% pasti ada sesuatu karena kredit turun dan bunga tinggi. Menurut dia, The Fed sudah melihat di tahun depan itu mulai ada perlambatan dan jika tetap mempertahankan 5,5%, berarti bisa 'hard landing' dan yang terakhir disalahkan adalah The Fed.
Dengan demikian, Richie mengingatkan para investor jangan terbawa emosi atau euforia, karena tantangan di tahun depan bukan suku bunga tetapi ada beberapa fase yang akhirnya tentang kebijakan moneter.
(FRI)