"Selama ini kedelai kita hanya Rp5.000-Rp6.000 per kilogram, jadi Rp10 ribu itu sudah menjadi bonus untuk mereka tanam lebih banyak. Sehingga mereka tidak tergantung penuh dengan impor lagi," kata Syahrul kembali.
Impor kedelai juga dinilai Mentan membuat kedelai lokal terdesak. Apalagi secara harga di pasaran lebih murah. Padahal saat ini negara asal impor kedelai tengah mengalami perubahan iklim, sehingga berdampak pada tingkat produksi kedelai itu sendiri.
"Selama ini pilihan kita mengimpor itu jauh lebih murah, agar harga tempe tahu lebih murah. Tapi karena climate change, di negara asal juga terkontraksi naik," ujarnya.
Menurutnya, sebagai negara besar Indonesia perlu bersinergi dan berkolaborasi semua pihak termasuk perguruan tinggi dalam menjawab tantangan-tantangan ketahanan pangan.
"Indonesia negara besar, 273 juta orang harus makan. Oleh karena itu, pertanian harus menjadi bantalan yang paling utama," pungkas Syahrul.
(FAY)