Menyebar Lebih Cepat, Ahli Sebut Omicron Tidak Lebih Ganas dari Delta

IDXChannel - Sejumlah ahli masih meneliti tingkat bahaya yang terjadi jika seseroang terpapar varian Covid-19, Omicron. Beberapa hasil penelitian menyebutkan varian ini tidak lebih ganas dibandingkan Delta yang menyebar beberapa waktu lalu.
Sampai saat ini, sebaran varian Omicron di Indonesia sudah mencapai delapan kasus yang semuanya adalah imported case atau kasus yang berasal dari luar negeri. Sampai sekarang Belum ditemukan penyebaran lokal.
Laporan terbaru yang dirilis Fox News, dua penelitian di Inggris mendapatkan beberapa bukti yang bisa menegaskan bahwa Omicron tidak lebih ganas daripada Delta. Meski begitu, informasi soal Omicron menyebar lebih cepat adalah hal yang benar dan ini tetap harus jadi kewaspadaan bersama.
"Omicron tidak berbahaya seperti varian Delta. Tapi, penyebaran Omicron lebih cepat dibandingkan Delta," kata Manuel Ascano Jr, seorang ahli biokimia dari Universitas Vanderbilt, dikutip MNC Portal, Jumat (24/12/2021).
Lebih lanjut, analisis dari Imperial College London pun menjelaskan risiko rawat inap akibat paparan Omicron sangat kecil. Kasus di Inggris, misalnya, orang yang terpapar Omicron 20% lebih kecil kemungkinannya masuk rumah sakit dibandingkan varian Delta.
Analisis tersebut mencangkup semua kasus Covid-19 yang dikonfirmasi tes PCR di Inggris sejak awal Desember yang mana negara tersebut mengidentifikasi 56.000 kasus Omicron dan 269.000 kasus Delta.
Studi terpisah yang dilakukan di Skotlandia oleh peneliti University of Edinburgh dan ahli lainnya mengatakan bahwa risiko rawat inap akibat Omicron dua per tiga lebih rendah dibandingkan Delta.
"Tapi, penelitian di Skotlandia ini menunjukkan bahwa hampir 24.000 kasus Omicron didominasi orang dewasa muda berusia 20-39 tahun," terang laporan tersebut.
Karena angka kasus tersebut, menjadi alasan juga mengapa Omicron lebih rendah risikonya dibandingkan Delta untuk dirawat di rumah sakit. Sebab, orang yang berusia muda memang jauh lebih kecil kemungkinannya alami gejala parah akibat virus corona.
Hal ini yang menjadi perhatian utama Matthew Binnicker, direktur virologi klinis di Mayo Clinic di Rochester, Minnesota, bahwa karena kasus di Skotlandia banyaknya anak muda yang memang tidak begitu berisiko alami gejala parah akibat Covid-19, temuan peneliti bisa menjadi bias.
"Kesimpulan yang dibuat peneliti bisa menjadi bias, karena presentasi kasusnya memang didominasi usia muda," tegasnya.
Meski begitu, hasil temuan Skotlandia dianggap menarik. Tapi, menjadi catatan bersama bahwa karena karakter Omicron yang mudah menyebar, kewaspadaan melonjaknya jumlah kasus, walau tidak parah, tetap harus diperhatikan.
Studi ini diketahui belum ditinjau oleh ahli yang merupakan gold standar suatu penelitian ilmiah bisa dipercaya secara utuh. (TYO)