"Perubahan iklim berdampak bagi Indonesia, terutama dengan meningkatnya intensitas hujan. Pemerintah perlu melakukan adaptasi dan mitigasi. Tidak ada waktu untuk berleha. Tindakan mitigasi harus dilakukan dengan mereduksi jumlah emisi karbon di atmosfer," ujar Wakil Ketua Kelompok Kerja I IPCC, Prof. Dr. Edvin Aldrian dalam webinar Indonesia Energy Transition Dialogue, Selasa (14/9/2021).
Sementara Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, untuk mencegah kenaikan suhu bumi yang signifikan tersebut, Indonesia sebagai negara yang meratifikasi Persetujuan Paris terikat secara hukum harus mengintegrasikan kebijakannya dalam meraih target netral karbon selambatnya tahun 2050.
"Hanya saja, secara komitmen politik dan kebijakan, Indonesia masih tidak selaras dengan Persetujuan Paris. Hal ini tercermin pada dokumen pemutakhiran komitmen nasional Indonesia atau Nationally Determined Contributions (NDC) 2021," ujarnya.
Selain terlambat 10 tahun dari target Persetujuan Paris, IESR menilai bahwa skenario mitigasi di sektor energi dalam dokumen tersebut masih sarat dengan energi fosil.
"Skenario low carbon scenario compatible with Paris Agreement target (LCCP) dalam Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) tidak mencerminkan Indonesia mengatasi krisis iklim," ungkapnya.