Pro Kontra
Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2015, Din Syamsuddin kebijakan ini berpotensi memunculkan sejumlah masalah.
Din Syamsuddin menyampaikan kebijakan ini sangat terlambat, dan motifnya terkesan untuk mengambil hati.
“Maka, suuzon tak terhindarkan. Yang saya mintakan hanya pemerintah melakukan aksi keberpihakan dengan menciptakan keadilan ekonomi dan tidak hanya memberi konsesi kepada pihak tertentu,” tuturnya, Selasa (4/6).
Din minta agar pemerintah menaikkan derajat satu-dua pengusaha muslim menjadi setara dengan taipan. Menurutnya, itu perlu agar kesenjangan ekonomi yang berhimpit dengan agama dan etnik tidak menimbulkan bom waktu bagi Indonesia.
Din menyinggung adanya ketakadilan ekonomi antara segelintir pihak yang menguasai aset nasional di atas 60 persen dan umat Islam yang terpuruk dalam bidang ekonomi.
”Kini tiba-tiba kehendak politik itu ada lewat Menteri Bahlil. Walau tidak ada kata terlambat, namun pemberian konsesi tambang itu tidak dapat tidak mengandung masalah,” ucap Din.
Dia menyebut, menurut pakar, Sistem Tata Kelola Tambang dengan menggunakan sistem Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Kontrak Karya adalah Sistem Zaman Kolonial berdasarkan UU Pertambangan Zaman Belanda (Indische Mijnwet) yang dilanggengkan dengan UU Minerba No.4/2009 dan UU Minerba No.3/2020.
Sistem IUP ini tidak sesuai konstitusi tidak menjamin bahwa perolehan negara harus lebih besar dari keuntungan bersih penambang.
Selain sistem IUP ini selama bertahun-tahun terbukti disalahgunakan oleh oknum pejabat negara yang diberi wewenang mulai dari bupati, gubernur, hingga Dirjen dalam mengeluarkan IUP.
”Wewenang pemberian IUP sebagai sumber korupsi,” kata Din yang Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu Jakarta.
Di lain pihak, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyambut gembira kabar tersebut.
PGI sebagai salah satu Ormas Keagamaan di Indonesia juga menyambut baik adanya pemberian IUP dari pemerintah. Ketua Umum PGI Pendeta (Pdt) Gomar Gultom mengatakan pihaknya mengapresiasi langkah yang ditempuh oleh Presiden RI (Jokowi).
Dia mengungkapkan bahwa Presiden RI Jokowi menunjukkan komitmen untuk melibatkan sebanyak mungkin elemen masyarakat untuk turut serta mengelola sumber daya alam di Indonesia.
"Kedua, menunjukkan penghargaan Prediden kepada ormas keagamaan yang sejak awal telah turut berkontribusi membangun negeri ini," ujar Gomar dalam keterangan tertulisnya, dikutip Selasa (4/6/2024).
Walaupun begitu, dia mengatakan bahwa pengelolaan tambang tidak mudah untuk dilakukan. Hal itu mengingat ormas keagamaan dinilai mungkin memiliki keterbatasan dalam pengelolaan IUP.
"Apalagi dunia tambang ini sangatlah kompleks, serta memiliki implikasi yang sangat luas. Namun mengingat setiap ormas keagamaan juga memiliki mekanisme internal yang bisa mengkapitalisasi SDM yang dimilikinya, tentu ormas keagamaan, bila dipercaya, akan dapat mengelolanya dengan optimal dan profesional," tambahnya. (ADF)