Selanjutnya, pada kesempatan yang sama, ia menyampaikan selama masa krisis pandemi Covid-19, perseroan mendapatkan dana dari hasil aksi korporasi berupa IPO yang digunakan untuk modal kerja seperti membangun pabrik di Cibitung, peningkatan mesin-mesin yang digunakan, dan melakukan impor baja dengan jumlah yang lebih besar dengan variasi yang lebih banyak.
Kemudian, dalam berlangsungnya impor baja dari luar negeri, pemerintah menerapkan tarif impor yang mencapai 17,25%. Namun kebijakan tersebut dinilai tidak menjadi masalah karena industri baja membutuhkan keahlian khusus yang perlu dihargai. Dengan demikian, harga yang ditawarkan kepada konsumen akan mengikuti kenaikan tarif yang diberikan kepada produsen.
"Jadi kalau izin impor ada kenaikan harga, tentu kami juga akan menaikan harga ke konsumen. Tapi dari pasar tidak ada keluhan sebab baja ini menjadi sebuah kebutuhan," pungkasnya.
Ia juga menerangkan, sebelumnya pada 2019 terdapat peraturan komponen barang jadi harus berasal dari dalam negeri, hal ini disebut menjadi hambatan para distributor dari sisi produksi. Lanjutnya, penurunan penjualan pada baja impor disebabkan karena adanya pembuatan baja yang dilakukan di dalam negeri.
"Dari pengalaman sejauh ini, baja yang impornya turun itu baja-baja yang bisa diproduksi sendiri di dalam negeri,” tutupnya. (RAMA)