Jika dilihat, data BI mencatat meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global yang mendorong aliran keluar modal asing (net outflows) dalam bentuk investasi portofolio pada triwulan III 2023 sebesar USD2,1 miliar. Tekanan terhadap aliran modal asing terus berlanjut pada triwulan IV 2023 yang hingga 17 Oktober 2023 mencatat net outflows sebesar USD0,4 miliar.
Mewaspadai Indeks Harga Energi dan Pangan
Dalam pidatonya, presiden Jokowi menyinggung soal dampak perang yang bisa membuat harga energi dan harga pangan kembali bergejolak.
Jokowi menegaskan, akibat perang yang tak kunjung usai serta pemanasan global, kini produksi pangan Indonesia semakin menurun.
"Pemanasan global betul-betul kita rasakan dan akibatnya produksi pangan kita sedikit menuruun," kata Jokowi.
Jokowi menambahkan, perang dan pemanasan global tidak hanya berdampak di Indonesia, tapi juga negara lainnya.
Dia menyebut, 22 negara sudah membatasi ekspor pangan ke berbagai negara. Dampaknya, kata Jokowi, kini Indonesia sulit untuk mendapatkan beras impor.
Tak hanya itu, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo dalam acara semalam juga menekankan untuk mewaspadai dampak tiga perang yang tengah terjadi di dunia sepanjang tahun ini.
Pertama, perang Rusia-Ukraina. Kedua, perang dagang AS-China. Ketiga, ada perang Israel-Palestina.
"Ini menyebabkan fragmentasi geopolitik ekonomi dan akibatnya prospek ekonomi global meredup 2024, sebelum bersinar lagi 2025. Ketidakpastian masih tinggi dengan lima karakteristik," tutur Perry
Jika merujuk data Statista, indeks harga energi global berada pada kisaran 152,6 pada 2022. Angka ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dan merupakan dampak dari meningkatnya permintaan bahan bakar dan listrik seiring dengan pulihnya perekonomian dari pandemi virus corona. Untuk 2023, perkiraan menunjukkan indeks harga akan turun menjadi 113. (Lihat grafik di bawah ini.)
Indeks harga energi ini menunjukkan perkembangan harga barang atau jasa dari waktu ke. Harga komoditas mungkin bergantung pada berbagai faktor mulai dari penawaran dan permintaan hingga pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Sementara Indeks Harga Pangan FAO turun selama tiga bulan berturut-turut menjadi 120,6 pada Oktober 2023, terendah sejak Maret 2021, dibandingkan 121,3 pada September.
Secara global, per Oktober 2023 harga gula turun (-2,2 persen), terutama didorong oleh kuatnya produksi di Brasil, meskipun hujan berdampak negatif terhadap rusaknya tebu pada paruh pertama Oktober.
Harga sereal turun 1 persen, terutama disebabkan oleh penurunan gandum sebesar 1,9 persen, yang mencerminkan pasokan yang secara umum lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya di AS dan persaingan yang kuat di antara para eksportir.
Harga minyak nabati turun 0,7% karena penurunan harga minyak sawit mampu mengimbangi kenaikan harga minyak kedelai, bunga matahari, dan minyak lobak.
Selain itu, harga daging turun 0,6 persen karena harga daging babi turun selama tiga bulan berturut-turut, di tengah masih lesunya permintaan impor, terutama dari beberapa negara Asia Timur.
Sebaliknya, harga susu meningkat kembali (2,2 persen) setelah sembilan kali penurunan berturut-turut, karena harga susu bubuk mengalami kenaikan terbesar, terutama karena permintaan impor untuk pasokan jangka pendek dan jangka panjang.
Namun, meski indeks pangan global turun, nyatanya biaya pangan di Indonesia meningkat 5,41 persen dari tahun sebelumnya pada Oktober 2023 dan menjadi yang terbesar dalam tujuh bulan, setelah kenaikan sebesar 4,17 persen pada September.
Inflasi Pangan di Indonesia rata-rata sebesar 11,07 persen dari tahun 1997 hingga 2023. Angka inflasi pangan RI mencapai rekor tertinggi sepanjang masa sebesar 138,12 persen pada September 1998 dan rekor terendah sebesar -11,16 persen pada Maret 2000. (ADF)