Dia menjelaskan, ketersediaan pupuk bersubsidi memang belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan petani. Sehingga pemerintah harus memastikan agar distribusi harus tepat sasaran.
Caranya dengan digitalisasi dalam proses distribusi pupuk bersubsidi. Upaya tersebut diharapkan mereduksi potensi gangguan akibat ketersediaan pupuk yang belum memenuhi kebutuhan petani.
Sebelumnya Agus menyampaikan kebutuhan pupuk bersubsidi di Indonesia mencapai 25 juta ton per tahun. Namun, pemerintah hanya memiliki kuota sebesar 9,1 juta ton.
Secara khusus ia memaparkan data distribusi pupuk bersubsidi di wilayah Indonesia Barat pada tahun 2022 yang sudah mencapai sekitar 90 persen. Untuk penyaluran pupuk bersubsidi jenis urea sebanyak 159.131 ton atau sekitar 94 persen dari alokasi 162.487 ton. Sedangkan untuk NPK sudah tersalur sebanyak 122.644 ton atau 97 persen dari alokasi 126.693 ton.
“Dalam menyalurkan pupuk bersubsidi, kami tidak hanya mengikuti aturan dalam Peraturan Menteri Pertanian, namun juga Peraturan Menteri Perdagangan dimana kami kita diwajibkan untuk menyiapkan stok dalam gudang,” ujarnya.
Stok yang mereka miliki saat ini yakni Urea sebanyak 18.154 ton, sedangkan NPK sebanyak 15.180 ton. Selain untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun ini, jumlah pupuk tersebut juga bakal disalurkan untuk memenuhi kebutuhan petani pada 2023.
(FRI)