IDXChannel - Pemerintah didorong secepatnya mentransformasi kebijakan di sektor energi. Hal ini dinilai sebagai kebutuhan mendesak untuk mencegah defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov menilai pemerintah sangat loyal dalam subsidi BBM.
Sehingga dikhawatirkan ruang fiskal tidak lagi cukup lebar untuk dijadikan bantalan.
"Pemerintah perlu menerapkan kebijakan subsidi energi dari mekanisme terbuka menjadi mekanisme tertutup dan tepat sasaran," ujar Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov dalam diskusi publik INDEF, Selasa (14/2/2023)
Menurutnya, dengan masih berlakunya skema subsidi terbuka BBM dan LPG di tengah berlanjutnya fase pemulihan ekonomi, maka semakin memperbesar risiko lonjakan permintaan BBM dan LPG subsidi melampaui kuotanya.
Kondisi ini turut menjadi sumber risiko terhadap pembengkakan subsidi dan kompensasi energi di tengah tahun konsolidasi fiskal.
Abra memberikan skenario yang dapat dilakukan oleh pemerintah agar APBN 2023 tidak membengkak dan defisit tidak melebihi 3%. Terutama, apabila harga patok minyak Indonesia (ICP) mengalami peningkatan sampai ke 100 dan rupiah melemah hingga ke Rp15.000/USD.
Pertama, pemerintah melakukan pembatasan distribusi BBM dan LPG subsidi. Pembatasan ini diharapkan dapat menekan kuota minimal 10% sehingga defisit APBN dapat dijaga pada level 2,98% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Kita akan melihat bagaimana Perpres sejauh mana bisa mengurangi kuota, jangan hanya ada peraturannya tapi tidak memberikan dampak,” jelasnya.