"Semua kebijakan pemerintah yang tentukan, kita (hanya) pelaksana," terangnya kepada MNC Portal Indonesia.
Sebelumnya, Pengurus Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) dari PO BeJeu M Iqbal Tosin mengatakan, kebijakan tersebut tidak pro pelaku usaha otobus.
Sebab, praktik di lapangan, armada bus harus melakukan penyesuaian agar bisa memenuhi kebutuhan BBM dalam satu kali ritase. Tak hanya itu, terkadang kru armada harus bergesekan dengan petugas SPBU demi mendapatkan Solar bersubsidi.
"Kalau jarak tempuh armada kami pulang pergi hanya 1.200 kilometer. Itu pun masih harus melakukan penyesuaian perjalanan agar solar cukup. Apa kabar dengan teman-teman yang rute armadanya sampai Sumatera. Tentunya kesulitan mendapatkan Solar," katanya saat dihubungi, baru-baru ini.
Menurutnya, kebijakan pembatasan penggunaan Solar bersubsidi tersebut tidak tepat diterapkan kepada angkutan publik seperti bus AKAP. Karena selain kru kesulitan mendapatkan Solar subsidi saat perjalanan, dampaknya bisa berpengaruh pada pelayanan kepada masyarakat (penumpang).