Menurut Darmadi, pemerintah seharusnya peka terkait keluhan para pengusaha terkait mekanisme penerbian Pertek. Pasalnya, sambung dia, pengusaha yang tergabung dalam Perprindo sudah melakukan investasi besar-besaran di Tanah Air.
"Hampir semua anggota Perprindo skala besar telah melakukan investasi dalam negeri dengan membangun pabrik di dalam negeri. Kontribusi mereka signifikan, harusnya pemerintah jangan mempersulit mereka yang sudah berinvestasi," ungkap Anggota Baleg DPR itu.
Darmadi mencontohkan, PT Daikin Industries Indonesia yang telah membenamkan investasi dengan membangun pabrik Air Conditioner (AC) senilai Rp3,3 triliun dan diproyeksikan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2.500 tenaga kerja.
"Pembangunannya dimulai di 2022 dan diharapkan akan selesai di akhir 2024," ucapnya.
Tak hanya itu, lanjut dia, Sharp juga telah membangun pabrik AC pada 2022 dengan nilai investasi sebesar Rp582 miliar dan mulai beroperasi di akhir 2023.
"Dan Aqua Haier yang sudah mempunyai pabrik AC di Cikarang, serta anggota lainnya yang sudah memindahkan proses produksi AC-nya yang bekerja sama dengan pabrik lokal, misalnya MIDEA, BESTLIFE, Hisense, GREE," papar Darmadi.
Ironisnya, diakui dia, kebijakan yang bertujuan untuk melindungi produksi dalam negeri ini justru bisa berdampak pada produk impor yang masih dibutuhkan oleh pasar Indonesia.
"Kurangnya pasokan akan menyebabkan kenaikan harga barang dan membebani masyarakat pada umumnya karena penerapan di lapangan yang carut marut," tegasnya.
Darmadi berharap, agar pemerintah dapat bijak memberikan kepastian hukum kepada pelaku usaha dan menerbitkan Pertek sesuai peraturan.
"Yaitu dalam waktu lima hari kerja dan jangan menjadikan peraturan ini sebagai alat justifikasi untuk menutup semua proses impor karena Indonesia adalah bagian dari masyarakat global dan Asia khususnya," ucapnya.