"Jadi program ini bukan hanya serta-merta memberi makanan bergizi untuk generasi muda yang 20 tahun lagi menjadi ujung tombak kita. Bukan hanya soal itu. Pengusaha harus juga melihat (program) ini sebagai potensi industrialisasi di bidang agrobusiness atau agrikultur," ujar Anindya.
Potensi industrialisasi tersebut, dikatakan Anindya, terlihat berdasarkan data kebutuhan bahan pokok makanan dalam program MBG. Diperkirakan kebutuhan semisal telur saja dapat menyentuh 80 juta per hari. Hal itu belum lagi mempertimbangkan kebutuhan bahan baku makanan lainnya.
"Banyak yang mengatakan bahwa jumlah telur yang dibutuhkan mungkin 80 juta sehari, jumlah ayam 8 juta sehari. Dan itu turunannya akan makin banyak lagi kemana-mana. Tentu bukan saja telur, ayam, daging. Nah ini menjadi suatu industri sendiri," ujar Anindya.
Lebih lanjut, Anindya menjelaskan bahwa peluang industrialisasi tersebut harus digalakkan secara merata di seluruh Indonesia. Anindya juga berpesan agar jangan sampai pemasok bahan baku program MBG hanya datang dari Pulau Jawa saja, melainkan juga melibatkan para pemasok dari pulau-pulau lain, untuk memenuhi kebutuhan di pulau tersebut.
"Dan yang paling penting bahwa industrialisasi ini tidak mungkin terjadi hanya di satu pulau, tapi juga terjadi di pulau-pulau seluruh Indonesia. Karena tidak mungkin industrialisasi kita menyediakan ayam, telur, daging di Sulawesi tapi datangnya dari Jawa," ujar Anindya.
(taufan sukma)