sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Perdagangan Melambat Dampak Resesi, WTO Ketar Ketir Tahun Depan

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
06/10/2022 14:58 WIB
Melambatnya permintaan di Eropa dan kesulitan ekonomi China membebani impor dan ekspor barang.
Perdagangan Melambat Dampak Resesi, WTO Ketar Ketir Tahun Depan.  (Foto: MNC Media)
Perdagangan Melambat Dampak Resesi, WTO Ketar Ketir Tahun Depan. (Foto: MNC Media)

Perlambatan Perdagangan Turunkan Inflasi Global

Menurut WTO, perlambatan arus perdagangan diramalkan akan membantu menurunkan tingkat inflasi global.

Sisi positifnya, perlambatan yang didorong oleh melemahnya permintaan dapat membantu menurunkan tekanan harga dan membuka blokir rantai pasokan serta mengurangi biaya transportasi.

Selama lonjakan volume perdagangan yang dimulai pada akhir 2020 dan berlanjut hingga tahun lalu, pelabuhan utama dunia menjadi padat dan biaya pengiriman melonjak. Kondisi ini juga disinyalir memicu inflasi.

Kapasitas kontainer laut diproyeksikan meningkat 4% tahun ini dan diperkirakan akan meningkat sebesar 8,7% tahun depan, menurut konsultan pengiriman yang berbasis di London, Braemar PLC. (Lihat grafik di bawah ini)

Pada 2 Oktober, tarif pengiriman Trans-Pasifik juga anjlok sekitar 75% dibanding tahun sebelumnya. Industri transportasi harus menghadapi kenyataan pelemahan permintaan karena banyaknya pesanan yang dibatalkan.

Tarif angkutan harian kapal rata-rata saat ini adalah USD3.900 untuk memindahkan satu kontainer melintasi Pasifik. Biaya ini menurun tajam dibandingkan dengan awal tahun yang mencapai USD14.500 dan lebih dari USD19.000 pada 2021, berdasarkan Freightos Baltic Index.

"Faktor kunci di balik ini kemungkinan adalah berkurangnya permintaan barang. Sementara ini mencerminkan rotasi permintaan dari barang kembali ke jasa, penurunan tajam dalam ekonomi global juga berperan, yang berarti bahwa penurunan tarif pengiriman bukanlah sebuah kabar baik," tulis Kiki Sondh, ekonom di Oxford Economics, mengutip WSJ.

Tanda-tanda perlambatan perdagangan global terutama terlihat di Asia, di mana eksportir terkemuka seperti Korea Selatan menunjukkan penurunan ekspor. Hal ini disebabkan karena konsumen Barat, terutama Eropa, merasakan tekanan dari inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga.

Ekspor Korea Selatan tumbuh hanya 2,8% year on year (yoy) pada bulan September, kinerja terlemah sejak Oktober 2020. Tingginya penjualan produk minyak bumi karena tingginya harga minyak juga menjadi penyebab penurunan penjualan chip komputer dan ponsel.

Sementara itu, ekspor ke China juga anjlok 6,5% yoy dan ekspor ke Eropa turun 0,7%, yoy, meskipun ekspor ke AS tercatat naik naik.

Permintaan ekspor China dari negara tetangga juga melemah karena ekonominya mendapat tekanan dari sektor real-estate yang karut-marut dan kebijakan Zero Covid-19.

Di China, ekonomi terbesar kedua di dunia, mengalami perlambatan tajam ekspor pada Agustus. Ekspor China turun menjadi USD314,92 Miliar pada Agustus dari sebelumnya USD332,96 Miliar pada Juli 2022, mengutip Trading Economics. Perlambatan ekspor ini  juga dampak dari melemahnya permintaan dari Eropa. (ADF)

Halaman : 1 2 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement