"Lah mereka (Bulog dan RNI) ngapain di tugasin, padahal minyak goreng rakyat itu masuk dari 11 komoditi strategis Indonesia. Tapi saya lihat ada persoalan politik di belakang ini. Nah kalau sudah dicampuraduk bisnis dengan politik, bakal susah," tukasnya.
Sementara itu, sebelumnya Ketua Tim Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI, Eugenia Mardanugraha mengatakan, kebijakan pengendalian harga minyak goreng di dalam negeri perlu dilakukan dengan cara terbaik yaitu kebijakan yang paling minimum mendistorsi pasar.
Dijelaskannya, distorsi terjadi karena adanya perbedaan harga pasar dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) sehingga memunculkan aksi spekulan yang membeli lebih banyak dari kebutuhan, praktik pengemasan ulang minyak goreng curah ke dalam kemasan, praktik penyeludupan atau ekspor gelap.
"Oleh karena itu kebijakan HET dihapuskan saja," tukasnya.
(NDA)