IDXChannel - Tudingan monopoli terhadap anak usaha PT Pertamina (Persero) yakni PT Pertamina Patra Niaga dalam penyediaan Avtur dinilai tak berdasar. Sebab, terdapat sejumlah perusahaan swasta yang mengantongi Izin Usaha Niaga Migas dengan Komoditas Avtur seperti PT AKR Corporindo Tbk (AKRA), PT Dirgantara Petroindo Raya (JV AirBP-AKR), dan PT Fajar Petro Indo.
General Manager Region Jatim Balinus - Centre for Energy and Innovation Technology Studies (Cenits) Raden Muhsin Budiono mengatakan, persaingan yang sehat tersebut telah tercipta sejalan dengan regulasi ketat pemerintah.
"Pertamina Patra Niaga diduga melakukan praktik monopoli dan penguasaan pasar penyediaan Avtur. Faktanya, pasar Avtur di Indonesia bukanlah monopoli," ujarnya kepada awak media, Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Dia menerangkan, harga Avtur Pertamina kompetitif dan mengikuti aturan yang dikeluarkan pemerintah yakni Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 17 K/10/MEM/2019 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Avtur Yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU).
"Penetapan harga juga mempertimbangkan demand volume atas frekuensi pergerakan pesawat dari tiap-tiap airport serta mempertimbangkan formula Mean of Plats Singapore (MoPS) yang menjadi patokan harga pasar terdekat," kata dia.
Terlebih, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 13 September 2024 lalu juga angkat bicara membantah pernyataan harga Avtur Indonesia termahal di antara negara-negara ASEAN lainnya.
Dia mengungkapkan, apabila dibandingkan dengan publish price Avtur per liter di negara-negara yang memiliki lansekap geografis mirip Indonesia, harga publikasi Avtur Pertamina justru didapati setara dan lebih rendah.
Sebagai contoh harga Avtur PPN periode 1-30 September 2024 sebesar Rp13.211 per liter, sedangkan harga Avtur di Singapura pada periode yang sama mencapai Rp23.212 per liter.
Meski demikian, katanya, harga Avtur sejatinya dipengaruhi banyak faktor, termasuk harga minyak mentah dunia, biaya transportasi, kurs dolar AS, dan pajak.
"Membandingkan harga Avtur antar negara tanpa mempertimbangkan faktor-faktor tersebut merupakan perbandingan tak apple-to-apple. Apalagi rantai pasok Avtur di Indonesia lebih kompleks dibanding negara lain," katanya.
Dia pun menegaskan, pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai regulasi yang bertujuan menciptakan iklim usaha sehat dan mencegah praktik monopoli di sektor energi, termasuk sektor Avtur.
Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) No. 13/P/BPH Migas/IV/2008 tentang Pengaturan dan Pengawasan atas pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak penerbangan di bandar udara menjadi salah satu aturan acuan PT Pertamina Patra Niaga dalam penyediaan Avtur di 72 DPPU tersebar di seluruh Indonesia.
Selain regulasi-regulasi di atas, terdapat pula penugasan oleh pemerintah kepada Pertamina untuk memasok Avtur di bandara-bandara tertentu, terutama di daerah terpencil. Penugasan tersebut bertujuan memastikan ketersediaan Avtur di seluruh wilayah Indonesia dan mendukung pengembangan daerah.
"Implikasinya, Pertamina tak hanya fokus melayani penyediaan Avtur pada bandara besar, namun juga bandara-bandara kecil/perintis yang secara komersial tidak profitable sebab rendahnya tingkat permintaan," ujar dia.
Dia menambahkan, mungkin atas pertimbangan inilah pada Bab II pasal 3 ayat 3 peraturan BPH Migas di atas meregulasikan, pemerintah mewajibkan badan usaha yang melaksanakan penyediaan Avtur penerbangan untuk mengutamakan produksi kilang dalam negeri oleh PT Pertamina (Persero).
"Celakanya, pasal 3 ayat 3 itu dianggap KPPU tidak memihak ke pihak swasta dan menghalangi persaingan sehat, di mana dalam aturan BPH itu persyaratan diatur sedemikian ketat sehingga memosisikan Pertamina lebih unggul di bidang usaha penjualan Avtur di Indonesia. Inilah sumber munculnya tuduhan dugaan monopoli terhadap Pertamina," kata dia.
(Dhera Arizona)