IDXChannel - Kepala eksekutif Unilever yang baru, Hein Schumacher, baru bekerja sekitar 100 hari, namun ia sudah berada di bawah tekanan.
Setelah bertahun-tahun mengalami pertumbuhan yang lamban di Unilever, kesabaran para pemegang saham semakin menipis. Pria asal Belanda berusia 52 tahun ini berada di bawah tekanan untuk menunjukkan bahwa ia dapat membalikkan tren.
Investor utama Nick Train pekan lalu secara terbuka memperingatkan bahwa grup ini berisiko dipecah jika kemjuan tidak segera terlihat. Hal ini memicu perdebatan baru tentang manfaat dari pemisahan grup.
Dibentuk pada 1929 melalui penggabungan perusahaan margarin Belanda dan pembuat sabun Inggris, portofolio Unilever terus membengkak setelah melakukan serangkaian akuisisi selama beberapa dekade.
Saat ini Unilever memiliki lebih dari 400 merek, mulai dari pemutih Domestos dan sabun mandi Radox hingga balok kaldu Knorr, serta es krim Ben & Jerry.
Meskipun keragamannya telah membantunya mengatasi penurunan di sektor-sektor tertentu, para kritikus mengatakan kondisi ini membuat Unilever tidak fokus.
"Tidak banyak perusahaan yang memiliki struktur serupa," kata analis Barclays, Warren Ackerman, dilansir dari The Telegraph pada Senin (11/12/2023).
Masalah utama Unilever adalah merek-mereknya kalah bersaing dengan kompetitor. Hanya 38% dari portofolio globalnya yang memenangkan pangsa pasar, padahal seharusnya angkanya bisa mendekati 50% hingga 60%.
Baru-baru ini, Unilever telah menata ulang organisasinya menjadi lima divisi dengan laporan laba rugi masing-masing. Hal ini bisa dibilang membuatnya sangat siap untuk dipecah.
Meskipun demikian, tidak semua pihak setuju Unilever dipecah. James Edwardes Jones dari RBC Capital, seorang pengamat Unilever, mengatakan langkah tersebut tidak akan memberikan manfaat yang signifikan.